Akuntansi Islam

A. Definisi Akuntansi             Iwan Triyono di dalam bukunya yang berjudul, Perspektif, Metodologi dan Teori Akuntansi Syari'ah, menj...

A. Definisi Akuntansi

            Iwan Triyono di dalam bukunya yang berjudul, Perspektif, Metodologi dan Teori Akuntansi Syari'ah, menjelaskan bahwa kelahiran akuntansi syari'ah tidak terlepas tumbuh dan berkembangnya lembaga keuangan syari'ah, bank dan non bank. Dengan demikian, kelahiran akuntansi syari'ah tidaklah berada dalam ruang yang vakum tetapi distimulasi oleh banyak faktor yang berinteraksi begitu kompleks, non-linear, dinamis dan berkembang. Faktor-faktor seperti kondisi perubahan sistem politik, ekonomi, sosial budaya, peningkatan kesadaran, keagamaan, semangat revival, perkembangan ilmu pengetahuan, perkembangan dan pertumbuhan pusat-pusat studi, dan lain-lainnya dari umat Islam, semuanya berinteraksi secara kompleks dan akhirnya melahirkan paradigma syari'ah dalam dunia perakuntansian.
            Sebelum menguraikan pengertian akuntansi syari'ah, Iwan Triyuwono merasa perlu untuk menjelaskan pengertian akuntansi secara umum. Menurut AICPA (American Institute of Certified Public Accountants) membuat Statements of the Accounting Principle Board No 4 yang menerapkan bahwa: Akuntansi adalah sebuah aktivitas jasa. Fungsinya adalah memberikan informasi kuantitatif, terutama informasi keuangan, tentang entitas bisnis yang dimaksudkan dapat berguna dalam membuat keputusan-keputusan ekonomi dalam membuat pilihan-pilihan yang rasional di antara beberapa alternatif tindakan.[1]
Kata akuntansi berasal dari bahasa Inggris “to account” yang berarti memperhitungkan atau mempertangung jawabkan dan kata “accountancy” yang berarti hal-hal yang bersangkutan dengan sesuatu yang dikerjakan oleh akuntan  (accountant).
Akuntansi adalah pengukuran, penjabaran, atau pemberian kepastian mengenai informasi yang akan membantu manajer, investor, otoritas pajak dan pembuat keputusan lain untuk membuat alokasi sumber daya keputusan di dalam perusahaan, organisasi, dan lembaga pemerintah. Akuntansi adalah seni dalam mengukur, berkomunikasi dan menginterpretasikan aktivitas keuangan. [2]
Secara luas, akuntansi juga dikenal sebagai "bahasa bisnis” Akuntansi bertujuan untuk menyiapkan suatu laporan keuangan yang akurat agar dapat dimanfaatkan oleh para manajer, pengambil kebijakan, dan pihak berkepentingan lainnya, seperti pemegang saham, kreditur, atau pemilik. Pencatatan harian yang terlibat dalam proses ini dikenal dengan istilah pembukuan. Akuntansi keuangan adalah suatu cabang dari akuntansi dimana informasi keuangan pada suatu bisnis dicatat, diklasifikasi, diringkas, diinterpretasikan, dan dikomunikasikan. Auditing, satu disiplin ilmu yang terkait tapi tetap terpisah dari akuntansi, adalah suatu proses dimana pemeriksa independen memeriksa laporan keuangan suatu organisasi untuk memberikan suatu pendapat atau opini yang masuk akal tapi tak dijamin sepenuhnya  mengenai kewajaran dan kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi yang berterima umum.
Dengan menelaah pengertian yang umum seperti di atas, maka akuntansi islam dapat di difenisikan sebagai proses pencatatan, penjabaran, dan kepastian data dalam suatu usaha yang di bukukan menurut hokum syariat islam yang menjauhi manipulasi laporannya.
            Selanjutnya, William et.al, mengartikan akuntansi sebagai, "sebuah aktivitas yang dirancang untuk mengidentifikasi, mengukur, dan mengkomunikasikan informasi tentang entitas ekonomi yang dimaksudkan dapat berguna dalam membuat keputusan-keputusan ekonomi. Kemudian Hilman menuliskan akuntansi adalah sistem informasi. Ia menyajikan informasi keuangan tentang sebuah bisnis di mana dengan informasi tersebut para pengguna membuat keputusan.[3]
            Akuntansi konvensional seperti yang terlihat pada definisi di atas, yang umumnya berkembang dalam ekonomi kapitalis menerangkan bahwa akuntansi modern tidak lagi mampu merefleksikan realitas non ekonomi yang diciptakan perusahaan. Ia hanya mampu mengakui dan merefleksikan peristiwa ekonomi itu. Itu pun yang sifatnya private seperti private costs/benefits. Sebaliknya ia tidak mampu mengakui public costs/benefits. Iwan dengan tegas menyatakan, akar kelemahan akuntansi modern memang terletak pada egoisme.
            Satu hal yang penting dicatat, bila akuntansi dilahirkan dalam lingkungan yang kapitalistik, maka informasi yang disampaikannya mengandung nilai-nilai kapitalistik. Kemudian keputusan dan tindakan ekonomi yang diambil seseorang yang berdasarkan para informasi para informasi ini juga mengandung nilai-nilai kapitalistik. Akhirnya realitas yang diciptakan adalah realitas kapitalistik. Dengan makna lain, informasi akuntansi yang kapitalistik akan membentuk jaringan kuasa yang kapitalistik. Jaringan kuasa inilah yang akhirnya mengikat dan melilit manusia dalam sasaran kapitalisme.
            Sebaliknya, jika akuntansi dilahirkan dalam lingkungan syari'ah-artinya dalam bingkai syari'ah- maka informasi yang dilahirkannya akan mengandung nilai-nilai syari'ah yang ujungnya akan bermuara pada kebenaran dan keadilan. Oleh sebab itu, pada ayat di atas, Allah sangat Menegaskan urgensi keadilan itu sendiri. Kata adil dan benar sejatinya menjadi patokan untuk membangun akuntansi syari'ah yang dapat menciptakan realitas tauhid. Kata benar dan adil juga mengandung konsekuensi epistemologis dan metodologis, yaitu bagaimana kita membangun ilmu atau teori akuntansi yang benar.

B. Dasar Akuntansi dalam Islam

            Ayat-ayat akuntansi Islam di antaranya terdapat dalam al-Quran surah al-Baqarah ayat 282.
يَٰٓأَيُّهَاٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيۡنٍ إِلَىٰٓ أَجَلٖ مُّسَمّٗى فَٱكۡتُبُوهُۚ وَلۡيَكۡتُب بَّيۡنَكُمۡ كَاتِبُۢ بِٱلۡعَدۡلِۚ وَلَا يَأۡبَ كَاتِبٌ أَن يَكۡتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ ٱللَّهُۚ فَلۡيَكۡتُبۡ وَلۡيُمۡلِلِ ٱلَّذِي عَلَيۡهِ ٱلۡحَقُّ وَلۡيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُۥ وَلَا يَبۡخَسۡ مِنۡهُ شَيۡ‍ٔٗاۚ فَإِن كَانَ ٱلَّذِي عَلَيۡهِ ٱلۡحَقُّ سَفِيهًا أَوۡ ضَعِيفًا أَوۡ لَا يَسۡتَطِيعُ أَن يُمِلَّ هُوَ فَلۡيُمۡلِلۡ وَلِيُّهُۥ بِٱلۡعَدۡلِۚ وَٱسۡتَشۡهِدُواْ شَهِيدَيۡنِ مِن رِّجَالِكُمۡۖ فَإِن لَّمۡ يَكُونَا رَجُلَيۡنِ فَرَجُلٞ وَٱمۡرَأَتَانِ مِمَّن تَرۡضَوۡنَ مِنَ ٱلشُّهَدَآءِ أَن تَضِلَّ إِحۡدَىٰهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحۡدَىٰهُمَا ٱلۡأُخۡرَىٰۚ وَلَا يَأۡبَ ٱلشُّهَدَآءُ إِذَا مَا دُعُواْۚ وَلَا تَسۡ‍َٔمُوٓاْ أَن تَكۡتُبُوهُ صَغِيرًا أَوۡ كَبِيرًا إِلَىٰٓ أَجَلِهِۦۚ ذَٰلِكُمۡ أَقۡسَطُ عِندَ ٱللَّهِ وَأَقۡوَمُ لِلشَّهَٰدَةِ وَأَدۡنَىٰٓ أَلَّا تَرۡتَابُوٓاْ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً حَاضِرَةٗ تُدِيرُونَهَا بَيۡنَكُمۡ فَلَيۡسَ عَلَيۡكُمۡ جُنَاحٌ أَلَّا تَكۡتُبُوهَاۗ وَأَشۡهِدُوٓاْ إِذَا تَبَايَعۡتُمۡۚ وَلَا يُضَآرَّ كَاتِبٞ وَلَا شَهِيدٞۚ وَإِن تَفۡعَلُواْ فَإِنَّهُۥ فُسُوقُۢ بِكُمۡۗ وَٱتَّقُواْٱللَّهَۖ وَيُعَلِّمُكُمُ ٱللَّهُۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu´amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu´amalahmu itu), kecuali jika mu´amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
            Akuntansi adalah kata hasaba-hisab, hasibah, muhasabah dan hisaban. Khusus kata hasaba, bentuknya termasuk kata kerja yang menunjukkan adanya interaksi seseorang dengan orang lain. Pengertiannya seperti dalam kalimat, "menghitung amalnya untuk dia balas sesuai dengan amalnya tersebut". Kata muhasabahsecara bahasa adalah "menimbang" atau "memperhitungkan". Pada perkembangannya terbentuklah ilmu hisab,sebagai cikal bakal ilmu matematika dan kadang-kadang juga disebut dengan ilmu bilangan, yaitu ilmu yang membahas tentang cara menentukan plus dan minusnya suatu bilangan.[4]Al-Isfahani mengartikan kata hisabdengan isti'mal al-'adad(mempergunakan angka-angka). Dalam banyak ayat, kata hisab mengacu pada arti perhitungan di akhirat dan dalam konteks rezeki, Pemberian Allah yang tidak terhingga atau Nikmat Allah yang tidak mungkin dihitung oleh manusia.[5]
            Jelas bahwa kata akuntansi Islam dalam bahasa Arab disebut dengan kata muhasabah. Di samping bermakna menghitung dan menimbang, kata tersebut juga mengandung arti "mengkalkulasikan dan mendata". Menghisab sesuatu juga bisa berarti mendatanya, menyusunnya dan mengkalkulasikannya.[6]
            Beberapa ayat yang memuat kata hisab dapat dilihat pada surah at-Talaq: 8, al-Isra`: 12 dan al-Insyiqaq: 8 untuk sekedar menyebut contoh.
وَكَأَيِّن مِّن قَرۡيَةٍ عَتَتۡ عَنۡ أَمۡرِ رَبِّهَا وَرُسُلِهِۦ فَحَاسَبۡنَٰهَا حِسَابٗا شَدِيدٗا وَعَذَّبۡنَٰهَا عَذَابٗا نُّكۡرٗا
Dan berapalah banyaknya (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan Rasul-rasul-Nya, maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan. (QS. At-Talaq: 8)
وَجَعَلۡنَاٱلَّيۡلَ وَٱلنَّهَارَ ءَايَتَيۡنِۖ فَمَحَوۡنَآ ءَايَةَ ٱلَّيۡلِ وَجَعَلۡنَآ ءَايَةَ ٱلنَّهَارِ مُبۡصِرَةٗ لِّتَبۡتَغُواْ فَضۡلٗا مِّن رَّبِّكُمۡ وَلِتَعۡلَمُواْ عَدَدَ ٱلسِّنِينَ وَٱلۡحِسَابَۚ وَكُلَّ شَيۡءٖ فَصَّلۡنَٰهُ تَفۡصِيلٗا
Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas. (QS. Al-Isra`: 12)
 فَسَوۡفَ يُحَاسَبُ حِسَابٗا يَسِيرٗا
maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah. (QS. Al-Insyiqaq: 8)
Pada ayat pertama ada ayat terdapat kata "fahasabna"dan "hisaban". Sedangkan pada ayat kedua terdapat kata al-hisab dan ayat ketiga terdapat kata hisaban yasira.Kata hisab tersebut dimaknai dengan menghitung amal dan menghitung dalam konteks waktu. Tentu saja ayat di atas tidak menerangkan dalam arti pembukuan atau mencatat dan melaporkan transaksi bisnis. Jika demikian, kata asal hasaba dengan segala derivasinya dalam al-Quran, kendati dapat diterjemahkan dengan menghitung, namun konteks ayat tersebut adalah perhitungan amal perbuatan manusia dan balasan yang akan diterimanya di akhirat kelak.
            Syahatah menuliskan bahwa kata muhasabah mempunyai dua pengertian pokok. Pertama, muhasabah dengan arti musa'alah (pehitungan) dan munaqasyah (perdebatan), kemudian dilanjutkan dengan pembalasan yang sesuai dengan catatan perbuatannya dan tingkah lakunya serta sesuai pula dengan syarat-syarat yang telah disepakati. Kedua, muhasabah dengan arti pembukuan/pencatatan keuangan seperti yang diterapkan pada awal munculnya Islam. Juga diartikan dengan perhitungan modal pokok serta keuntungan dan kerugian.[7]Kedua arti kata muhasabah tersebut sebenarnya memiliki kaitan arti. Sulit membuat perhitungan (musaalah) tanpa adanya data-data dan juga tidak ada gunanya data-data tanpa dilanjutkan dengan perhitungan dan perdebatan.[8]
            Sebenarnya kata hisab tidak hanya ditemukan di dalam al-Quran. Beberapa hadis Nabi yang menggunakan kata hisab adalah, sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang menyatakan,"Yang pertama dihisab di hari kiamat nanti ialah salat; maka jika salat itu dikerjakan dengan benar, benarlah semua perbuatannya, tetapi jika salat itu rusak, rusaklah semua perbuatannya". (HR. Thabrani). Hadis ini menggunakan kata "awwalu ma yuhasibu". Makna hisab pada ayat ini adalah menghitung atau mengevaluasi. Husein Syahathah di dalam bukunya, Pokok-Pokok Akuntansi Islam, juga mengutip beberapa perkataan sahabat. Misalnya, Umar Ibn al-Khattab r.a berkata,"Hisablah dirimu sendiri sebelum kamu dihisab, dan timbanglah amalanmu sebelum kamu ditimbang, dan bersiaplah untuk menghadapi hari di mana semua amal perbuatan akan dibeberkan".[9]
            Selanjutnya, Imam Syafi'i  berkata, "siapa yang mempelajari hisab atau perhitungan, luaslah pikirannya". Ibn Abidin juga pernah berkata, "catatan atau pembukuan seseorang agen (makelar) dan kasir bisa menjadi bukti berdasarkan kebiasaan yang berlaku. Kalau si pembeli atau kasir maupun makelar itu tidak menggunakan catatan khusus, itu bisa merugikan orang lain, karena biasanya barang-barang dagangan itu tidak dilihat, seperti halnya barang-barang dagangan itu tidak dilihat, seperti halnya barang-barang yang dikirim ke koneksi-koneksinya di daerah jauh. Jadi, dalam keadaan seperti itu, mereka biasanya berpegang pada ketentuan-ketentuan yang tertulis di dalam daftar-daftar atau surat-surat yang dijadikan pegangan ketika timbul risiko atau kerugian.[10]
            Di samping kata hasaaba, kata yang digunakan para ahli untuk menyebut akuntansi adalah ayat yang menggunakan kata kataba. QS. Al-Baqarah: 282 menggunakan kata kataba (faktubuh). Mardani seorang penulis, judul Akuntansi dipakainya untuk membahas QS. An-Nur: 33.
وَلۡيَسۡتَعۡفِفِٱلَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّىٰ يُغۡنِيَهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦۗ وَٱلَّذِينَ يَبۡتَغُونَ ٱلۡكِتَٰبَ مِمَّا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡ فَكَاتِبُوهُمۡ إِنۡ عَلِمۡتُمۡ فِيهِمۡ خَيۡرٗاۖ وَءَاتُوهُم مِّن مَّالِ ٱللَّهِٱلَّذِيٓ ءَاتَىٰكُمۡۚ وَلَا تُكۡرِهُواْ فَتَيَٰتِكُمۡ عَلَى ٱلۡبِغَآءِ إِنۡ أَرَدۡنَ تَحَصُّنٗا لِّتَبۡتَغُواْ عَرَضَ ٱلۡحَيَوٰةِٱلدُّنۡيَاۚ وَمَن يُكۡرِههُّنَّ فَإِنَّ ٱللَّهَ مِنۢ بَعۡدِ إِكۡرَٰهِهِنَّ غَفُورٞ رَّحِيمٞ
Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu.(QS. An-Nur: 33)
            Pada ayat di atas terdapat kalimat, fakatibuhum in 'alimtum fihim khairan. Terjemah penggalan ayat di atas adalah, "hendaklah kamu buat perjanjian jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka".
            Dalam QS. Al-Baqarah: 282, kata dain berasal dari kata dana-yadinu yang berarti memberikan (meminjamkan) kepada seseorang uang yang harus dikembalikan (dibayar kembali) dalam waktu tertentu, yang disepakati bersama antara yang meminjamkan dengan yang meminjam. Makna asal kata ini ad-dain adalah ganti yang diakhirkan atau ditunda.
                        Sayyid Quthub mengatakan, kandungan ayat ini berkenaan dengan hukum-hukum khusus mengenai hutang piutang, perdagangan, dan gadai ini adalah untuk melengkapi hukum-hukum di muka yang berkenaan dengan sedekah dan riba.
            Tafsir Departemen Agama ketika menafsirkan ayat ini memberi judul, "tanda bukti dalam transaksi".
            Sayyid Quthub di dalam tafsirnya ketika membahas ayat ini memberi judul, Tata Aturan Mengenai Masalah Utang-Piutang dan Jual Beli. Ia memberikan komentar pada penggalan ayat pertama dan mengatakan, inilah prinsip umum yang hendak ditetapkan. Oleh karena itu, menulis ini merupakan sesuatu yang diwajibkan dengan nash, tidak dibiarkan manusia memilihnya (untuk melakukannya atau tidak melakukannya) pada waktu melakukan transaksi secara bertempo (utang piutang), karena suatu hikmah yang akan dijelaskan di akhir nash. (Quthub).
            Dengan tegas Quthub mengatakan, bahwa perintah menulis adalah fardu yang berdasarkan nash (fa al-kitabah amrun mafrudun bi al-nash) dan ditujukan pada pihak ketiga. Denga kata lain, orang yang menuliskan utang piutang itu sebagai sekretaris. Hikmah mengundang pihak ketiga, bukan salah satu dari kedua belah pihak yang bertransaksi, ialah agar lebih berhati-hati. Juru tulis ini diperintahkan menulisnya dengan adil (benar), tidak boleh condong kepada salah satu pihak, dan tidak boleh mengurangi atau menambah sesuatu dalam teks yang disepakatai itu.[11]
            Ayat di atas juga menegaskan menunda-nunda penulisan hutang bukanlah sesuatu yang baik dalam konteks bisnis. Ungkapan al-Quran, janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana yang telah Diajarkan Allah, semakin menguatkan agar sekretaris tidak menunda-nunda, enggan, atau merasa keberatan menjalankan tugas tersebut. Implikasi yang Diajarkan Allah kepadanya, sehingga ia bisa menulis, pada gilirannya akan membuatnya akan bertanggung jawab kepada Allah Subhanahu wata'ala.
            Pada penggalan berikutnya, Allah Menegaskan bahwa hendaklah orang yang berhutang mendiktekan kepada juru tulis mengenai hutang yang diakuinya itu, berapa jumlahnya, syarat dan waktunya. Semuanya ini sebenarnya adalah untuk menghindarkan terjadinya permasalahan di belakang hari. Sering kali pemberian hutang dimaksudkan sebagai media untuk saling tolong menolong berubah menjadi permusuhan pada saat salah satu pihak melakukan wan prestasi (pengingkaran terhadap utang piutangnya).
            Jika yang berhutang itu bodoh, tidak dapat mengatur urusannya itu dengan baik, pendek akalnya, atau tidak dapat mendiktekannya karena kebodohannya atau karena ada gangguan pada lisannya, atau karena satu dan lain sebab lainnya, hendaklah walinya mengambil tugas mendiktekan hutang-hutangnya. Lagi-lagi di sini ditegaskan, wali yang berperan itu juga haruslah adil. Adil dalam konteks ayat ini adalah cermat, tidak sembrono, sehingga tidak merugikan orang yang diwakilinya. Kerap kali, karena hutang tersebut tidak berhubungan sama sekali dengan dirinya, ia melakukan perbuatan sesuka hatinya.
            Selanjutnya, jika pada pangkal ayat, Allah Berbicara dalam konteks transaksi yang tidak tunai dan karenanya harus ditulis, di bagian akhir ayat, Allah Berbicara tentang transaksi tunai. Poin dari ayat ini sesungguhnya adalah agar para pihak yang terlibat dalam muamalah secara bersama-sama berkomitmen menegakkan keadilan, menegakkan persaksian, agar timbul keyakinan dan saling percaya. Kepercayaan dalam dunia bisnis adalah mutlak. Oleh sebab itu, sejatinya orang yang terlibat dalam bisnis tidak boleh membangun bisnisnya, terlebih, lagi jika proyeknya berjenis musyarakah, dengan ketidakjujuran. Saling mempercayai adalah syarat mutlak untuk suksesnya bisnis tersebut.
            Jika dalam transsaksi yang tidak tunai diwajibkan untuk menuliskannya, dalam transaksi tunai kita tidak diwajibkan untuk menuliskannya. Kendati demikian, Allah Menganjurkan kita untuk menghadirkan para saksi. Lagi-lagi hikmah yang dapat kita petik adalah agar terbangun rasa percaya  dan terwujudnya kehati-hatian dalam bisnis.
            Pada penghujung ayat, Allah Memperingatkan agar juru tulis, saksi dan orang-orang yang melakukan perjanjian memudahkan pihak-pihak yang lain, jangan menyulitkan dan jangan pula salah satu pihak bertindak yang berakibat merugikan orang lain. Sebab terlaksananya perjanjian dengan baik bila masing-masing pihak mempunyai niat yang baik terhadap pihak lain.
            Abdullah Yusuf Ali dalam tafsirnya menyatakan, bagian pertama ayat ini mengenai transaksi-transaksi sehubungan dengan pembayaran kemudian atau penyerahannya kemudian hari, bagian kedua mengenai transaksi-transaksi, bila pembayaran dan penyerahan bayarannya dijanjikan pada suatu waktu dan tempat tertentu kemudian hari, atau pembayaran dilakukan dengan tunai sekarang dan penyerahan barang menurut kontrak itu dilakukan pada waktu dan tempat tertentu kemudian hari. Dalam hal ini dianjurkan membuat dokumen tertulis tetapi ini sudah merupakan suatu ketentuan bahwa kata-kata selanjutnya dalam ayat ini, yakni bahwa itu "lebih adil..lebih memperkuat kesaksian, dan lebih menjauhkan kamu dari keraguan" dan seterusnya, mengandung arti bahwa ini bukan hukum wajib. Contoh-contoh bentuk kemudianpembayaran-tunai dan penyerahan (barang) dengan segera-            tidak memerlukan  kesaksian tertulis, tetapi nampaknya transaksi-transaksi demikian saksi-saksi lisan tetap dilanjutkan.[12]
            Masih menurut Abdullah Yusuf Ali- si penulis dalam hal ini menempatkan diri sebagai orang kepercayaan; oleh karena itu ia harus ingat untuk bertindak seolah ia berada di hadapan Allah, dengan bersikap seadil-adilnya terhadap kedua belah pihak. Kemampuannya menulis itu harus dianggap sebagai bakat Pemberian Allah, dan ia harus mempergunakan itu sebagai pengabdian kepada-Nya. Di tengah-tengah penduduk yang buta huruf kedudukan penulis itu meminta tanggung jawab yang lebih besar.[13]
            Syafi'i Antonio berkomentar tentang ayat di atas dalam pengantarnya terhadap buku, Akuntansi Syari'ah: Perspektif, Metodologi dan Teori karya Iwan Triyuwono, beliau mengatakan:
Ayat di atas merupakan arahan sekaligus bukti terkuat bahwa Islam adalah risalah yang sangat mendorong untuk tertib administrasi dan transparasi. Semua transaksi, terlebih lagi future delivery, harus ditulis secara apik dan detail. Hal ini tersurat dari penekanan perintah menulis yang diulang tak kurang dari 5 kali dalam 5 baris pesan. Sebagai pengejawantahan perintah ini umat Islam sepanjang sejarahnya telah memulai tradisi pencatatan transactional accounting yang sangat mengagumkan. Sahabat Nabi, Hasan Ibn Tsabit misalnya, telah mengaplikasikan double entry system dalam administrasi Diwan Bait al-Mal beratus tahun sebelum Lucas Facioli dari Italia yang disebut-sebut sebagai bapak Ilmu Akuntansi.[14]
            Adi Warman A Karim seorang pemikir ekonomi Islam ketika mengomentari ayat di atas (QS. Al-Baqarah: 282) mengatakan tekanan Islam terhadap akuntansi setidaknya ada dua poin penting. Pertama, sikap kejujuran (adil) yang mutlak dipegang bagi seorang pencatat (akuntan). Perintah ini mengandung konskuensi. Jika melakukan ketidakjujuran, dampaknya bukan kekacauan arus pencatat diri itu sendiri, tapi –dan hal ini telah terbukti secara empiris- ketidakjujuran itu berdampak serius bagi hajat hidup banyak kalangan. Kedua, dalam kerangka menjaga akuntabilitas dan pertanggungnjawaban, yang bermakna menjaga keseimbangan menjaga hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dalam ikatan bisnis atau hubungan niaga yang dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan persoalan yang akan timbul. Makna filosofis dan kemanusiaan adalah proporsi pencatatan (akuntansi) demi menjaga keharmonisan hubungan pihak-pihak yang terkait dalam bekerja sama. Hal ini merupakan refleksi kedamaian yang memang menjadi garis besar haluan Islam.[15]
            Jelas bahwa kejujuran seorang Akuntan dalam bisnis sangat penting. Adiwarman menuliskan, jika ia sejak awal bekerja dilandasi prinsip kejujuran, bisa diharapkan hasil akhirnya akan mencapai kondisi yang didambakan. Kejujuran kerja akuntan jelas akan menciptakan efisiensi, terutama dalam pendanaan. Sebaliknya jika ia melakukan kecurangan karena dipesan oleh pihak tertentu untuk menaikkan angka yang tidak sesuai dengan paltformnya, yang terjadi bukan hanya pembengkakan jumlah nilai proyek pembiayaan, tetapi juga kemungkinan penyalahgunaan (korupsi). Tindakan ilegal ini bagian integral yang pasti  dilakukan sebagai tindak lanjut pemesanan terhadap sang akuntan.[16]
            Ahli akuntansi syari'ah, Iwan Triyuwono menuliskan di dalam bukunya bahwa ayat di atas (QS. Al-Baqarah: 282) yang sebetulnya memberikan dorongan kuat pada muslim untuk menggunakan akuntansi dalam setiap bisnis dan transaksi yang dilakukannya.

C. Tujuan Akuntansi Syariah

            Menurut Triyuwono (1995; 1996a; 1997; 2000a), misalnya, dengan menggunakan teologi pembebasan tauhid-nya menetapkan tujuan akuntansi syariah sebagai instrumen untuk membebaskan manusia dari ikatan jaringan Intinya, akuntansi  syari'ah dapat dijadikan instrumen untuk membebaskan manusia dari ikatan jaringan kuasa kapitalisme atau jaringan kuasa lainnya yang semu, dan kemudian diikatkan pada jaringan kuasa ilahi. Dengan informasi yang dihasilkan oleh akuntansi syariah ini akan tercipta realitas tauhid, yaitu realitas yang sarat dengan jaring kuasa tauhid yang mendorong kesadaran manusia pada kesadaran tauhid.[17]
            Sedangkan menurut Harahap (1997: 120) tujuan dari akuntansi syariah adalah mengungkapkan kebenaran, kepastian, keterbukaan, keadilan, dan akuntabilitas dari transaksi-transaksi yang dilakukan oleh perusahaan.
            Sementara Gambling dan Karim (1991) berorientasi pada tujuan pengungkapan zakat yang harus dibayarkan oleh perusahaan. Orientasi ini membawa konsekuensi pada perombakan bentuk akuntansi.

D. Paradigma Syariah

            Lahirnya paradigma syariah tidak sekadar dipengaruhi oleh praktik perbankan syariah, tetapi juga dipengaruhi oleh berkembangnya pemikiran konsep yang sifatnya sangat filosofis (lihat misalnya Gambling dan Karim, 1991; Triyuwono, 1995; 2000a). Artinya, pemikiran akuntansi syariah tidak terbatas pada praktik akuntansi di bank syariah, tetapi mencakup pemikiran konsep akuntansi untuk semua jenis entitas bisnis lainnya selain bank syariah.

E. Akuntansi Syariah Filosofis-Teoritis dan Akuntansi Syariah Praktis

Ketika di Indonesia untuk pertama kalinya –yaitu tahun 1997- istilah akuntansi syariah diluncurkan, wacana ini menggema dan berkembang begitu cepat. Dalam perkembangannya, akuntansi syariah terbagi dalam dua aliran besar, yaitu: akuntansi syariah filosofis-teoritis danakuntansi syariah praktis. Keduanya eksis secara positif memperkaya khazanah kajian dan praktik akuntansi syariah. Aliran yang pertama lebih menekankan pada pengembangan teori akuntansi syariah berdasarkan pada nilai-nilai filosofis Islam secara murni. Jika teori akuntansi syariah yang secara murni ini telah terbentuk, maka dari konsep teori ini akan diturunkan menjadi praktik yang diakomodasi dalam bentuk standar akuntansi syariah. Sementara, aliran kedualebih menekankan pada kebutuhan praktis dunia usaha tanpa memerhatikan nilai-nilai dasar syariah yang lebih mendalam. Aliran kedua pada dasarnya adalah akuntansi modern yang dimodifikasi seperlunya dengan nilai syariah untuk memenuhi kebutuhan pragmatis dunia usaha.
Secara mendasar, akuntansi syariah filosofis-teoritisbertujuan agar penggunanya terbebas dari realitas materi yang semu untuk kemudian mengikatkan diri pada realitas tauhid. Realitas tauhid –di mana di dalamnya jaring realitas Ilahi bekerja- akan membantu membenruk kesadaran diri (self-consciousness) yang lebih tinggi dari para pengguna, yaitu kesadaran Ketuhanan. Konsep ini diturunkan dari nilai dasar yang terkandung dalam kalimat Laa ilahaa illallah.[18]

F. Saran dan Kesimpulan

            Akuntansi dalam Islam sangat menekankan pada prinsip kejujuran dan keadilan. Bagi seorang akuntan hendaklah ia berlaku adil tidak memihak kepada siapa pun dan harus bertanggung jawab penuh, di lain sisi ia juga sebagai saksi.  Dengan mengutamakan kejujuran dan keadilan maka setiap perbuatan yang berkaitan dengan pencatatan mudah-mudahan akan mencapai hasil yang diinginkan dengan berdasarkan tauhid.

DAFTAR PUSTAKA

Iwan Triyono. 2012. Akuntansi Syariah, Metodologi dan Teori. Edisi kedua. Jakarta: Rajawali Pers.
Husein Syathah. 2001. Pokok-Pokok Akuntansi Islam. Jakarta: Akbar.
Al-Isfahani. Mu'jam Mufradat.
Husein Syahathah. Pokok-Pokok Akuntansi Islam.
Sayyid Quthub. Fi Zhilal Al-Qur'an. Juz I.
Abdullah Yusuf Ali. Qur'an. Terjemahan dan Tafsirnya.
M. Syafi'i Antonio. Devine Unity Accounting.
Iwan Triyono. 2006. Akuntansi Syari'ah, Metodologi dan Teori. Jakarta: Rajawali Pers.
Adiwarman A Karim. 2001.Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer.Jakarta: GIP.


[1]Iwan Triyuwono, Perspektif, Metodologi dan Teori Akuntansi Syari'ah, Rajawali Pers, Jakarta, 2006, hlm. 34.
[2]Nazir habib dan Muhammad Hasanudin..Islamic Finance Keuangan Islam Dalam Perekonomian Global. Terj. Andriyadi Ramli. ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2008). hlm. 15
[3]Ibid.,
[4]Husein Syathah, Pokok-Pokok Akuntansi Islam,Akbar, Jakarta, 2001, hlm 31.
[5]Al-Isfahani, Mu'jam Mufradat...hlm. 131-132.
[6]Husain Syahatah, Pokok-pokok...hlm 31.
[7]Ibid.,
[8]Ibid.,
[9]Husein Syahathah, Pokok-Pokok Akuntansi Islam, hlm. xii.
[10]Ibid.,
[11]Sayyid Quthub, Fi Zhilal Al-Qur'an, Juz I, hlm. 334.
[12]Abdullah Yusuf Ali, Qur'an, Terjemahan dan Tafsirnya...hlm. 113.
[13]Ibid.,
[14]M. Syafi'i Antonio, Devine Unity Accounting, dalam Iwan Triyono, Akuntansi Syari'ah, Metodologi dan Teori, Rajawali Pers, Jakarta, 2006 hlm. vii.
[15]Adiwarman A Karim, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer, GIP, Jakarta, 2001, hlm. 168.
[16]Ibid.,
[17]Ibid.,
[18] Iwan Triyono,Akuntansi Syariah, Metodologi dan Teori. Edisi kedua, Rajawali Pers, Jakartam, 2012. hlm 33.

COMMENTS

Nama

Aplikasi,11,Doa dan Bacaan,3,Ebook,3,Edukasi,12,Fikih Laki-laki dan Wanita,13,Iman,10,Muamalah,13,Pengobatan,3,Penulisan dan Lain-lain,16,Puasa,2,Sakit,2,Salat,8,Sedekah,2,Sejarah,12,Seni,5,Thaharah,2,
ltr
item
ZIBINUMA: Akuntansi Islam
Akuntansi Islam
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgPuFU-95igQgrguz2nG2nXWEiRhRUDE0QcjhBN2kyWAPPTFQsU1XREZq0ajzALX6-sL1lk9Y7OWnvkZpFq88CN35ZuvkPqZMeFyYHf44jpcJ8CWaRBEJFIYKrpuB4vLSdvKlntglw_zu0h/s1600/Akuntansi+Islam.png
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgPuFU-95igQgrguz2nG2nXWEiRhRUDE0QcjhBN2kyWAPPTFQsU1XREZq0ajzALX6-sL1lk9Y7OWnvkZpFq88CN35ZuvkPqZMeFyYHf44jpcJ8CWaRBEJFIYKrpuB4vLSdvKlntglw_zu0h/s72-c/Akuntansi+Islam.png
ZIBINUMA
http://zibinuma.blogspot.com/2017/02/akuntansi-islam.html
http://zibinuma.blogspot.com/
http://zibinuma.blogspot.com/
http://zibinuma.blogspot.com/2017/02/akuntansi-islam.html
true
5481340784671165893
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All DISARANKAN UNTUK ANDA LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy