Wanita Bepergian Tanpa Mahram
Foto oleh Joey V
|
Belakangan ini
sangat banyak kita lihat laki-laki dan wanita bepergian tanpa adanya seorang
mahram. Baik itu pergi dengan sepeda motor atau pun dengan kendaraan lainnya. Hal
tersebut sudah dianggap biasa oleh masyarakat setempat. Orang tua wanita
tersebut seharusnya tidak mengizinkannya untuk pergi keluar dengan laki-laki
yang bukan mahramnya. Sebaliknya, ada pula sebagian orang tua yang merasa
bangga karena anak perempuannya sudah bisa mengait hati laki-laki (pacaran), terlebih
lagi jika pasangan anaknya itu seorang laki-laki yang kaya dan berwajah tampan.
Di dalam Alquran sudah dijelaskan bahwa laki-laki dan wanita harus menjaga
pandangan dan kemaluannya dari hal-hal yang diharamkan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Tidak diperbolehkan perempuan
yang beriman kepada Allah dan hari akhir bepergian dalam suatu hari tanpa
adanya seorang mahram.”[1]
Seorang wanita
bepergian tanpa seorang mahram akan mendorong orang-orang yang berakhlak buruk untuk
menggodanya, paling tidak kehormatannya akan terganggu, bahkan sampai melakukan
perzinaan yang sudah jelas diharamkan Islam. Larangan ini juga diterapkan pada
seorang wanita yang bepergian dengan pesawat, meskipun –sebagaimana sering
diklaim– seorang mahram mengantarnya sampai di bandara dan mahram yang satunya
bertemu di tempat lain.
Siapa yang
akan duduk di sebelahnya selama perjalanan? Bagaimana jika masalah-masalah teknis
mengalihkan pesawat ke bandara lain, atau pesawat ditunda? Bagaimana jika...? Begitu
banyak cerita seperti ini yang salah kaprah.
Orang yang
disebut sebagai mahram, dia harus memenuhi empat persyaratan:
1. Orang Islam.
2. Balig.
3. Berakal sehat, dan
4. Laki-laki.
Abu Sa’id
Al-Khudri berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
“Tidaklah beriman
seorang perempuan kepada Allah dan hari akhir yang harus bepergian jauh selama
tiga hari atau lebih tanpa ayah, anak, suami, saudara laki-laki atau mahram
lain dengannya.”[2]
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Shalih Al-Munajjid. 2004. Larangan Allah yang Sering Dilanggar. Terjemahan Wali Atmamudin. Jakarta.
Cakrawala Publishing.
COMMENTS