Apakah Salat Berjamaah Boleh Ditinggalkan bagi Laki-laki?, uzur tidak salat berjamaah, keringanan tidak salat berjamaah, tidak salat berjamaah
Foto oleh Adam Woodworth |
Asy-Syafi’i
berkata :
أَخْبَرَنَا مَلِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ
ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ أُذِنَّ فِي لَيْلَةٍ ذَاتِ بَرْدٍ وَرِيحٍ فَقَالَ : أَلَا
صَلُّوا فِي الرِّ حَالِ, ثُمَّ قَالَ : إِنَّ رَسُولَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُ الْمُؤَذِّنَ إذَا كَانَتْ لَيْلَةٌ بَارِدَةٌ ذَاتُ
مَطَرٍ يَقُولُ أَلَا صَلُّوا فِي الرِّ حَالِ.
Malik mengabarkan kepada kami,
dari Nafi’, dari Ibnu Umar, bahwa dia mengumandangkan azan pada suatu malam
yang dingin dan berangin kencang, lalu dia berkata, “Salatlah kalian di
tenda-tenda kalian.” Kemudian dia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
memerintahkan muazin jika malam dingin dan hujan agar berkata, ‘Ketahuilah, salatlah kalian di tenda-tenda
kalian’.”[1]
أَخْبَرَنَا الرَّبِيعُ قَالَ :
أَخْبَرَنَا الشَّافِعِيُّ قَالَ : أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ
أَيُّوبَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ, أَنَّ
رَسُولَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُ مُنَادِيَهُ
فِي اللَّيْلَةِ الْمَطِيرَةِ وَاللَّيْلَةِ الْبَارِدَةِ ذَاتِ رِيحٍ أَلَا
صَلُّوا فِي رِحَالِكُمْ.
Ar-Rabi’ mengabarkan kepada
kami, dia berkata : Asy-Syafi’i mengabarkan kepada kami, dia berkata : Sufyan
bin Uyainah mengabarkan kepada kami, dari Ayyub, dari Nafi’, dari Ibnu Umar,
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam memerintahkan muazin beliau pada malam yang hujan dan malam yang
dingin dan berangin untuk mengatakan, “Ketahuilah,
salatlah di tenda-tenda kalian!”[2]
أَخْبَرَنَا الرَّبِيعُ قَالَ :
أَخْبَرَنَا الشَّافِعِيُّ قَالَ : أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ هِشَامِ بْنِ
عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَبْدِ اللٰهِ بْنِ اْلأَرْقَمِ أَنَّهُ كَانَ يَؤُمُّ
أَصْحَابَهُ يَوْمًا فَذَهَبَ لِحَا جَتِهِ, ثُمَّ
رَجَعَ فَقَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ : إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ الْغَائِطَ فَلْيَبْدَأْ بِهِ قَبْلَ
الصَّلَاةِ.
Ar-Rabi’ mengabarkan kepada
kami, dia berkata : Asy-Syafi’i mengabarkan kepada kami, dia berkata : Malik
mengabarkan kepada kami, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Abdullah bin
Arqam, bahwa pada suatu hari dia hendak mengimami para sahabatnya, lalu dia
pergi untuk buang hajat. Setelah itu kembali dan berkata, “Aku mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, ‘Jika salah seorang di antara
kalian merasa ingin buang air besar, maka hendaklah dia mendahulukan buang air
besar sebelum salat’.”[3]
أَخْبَرَنَا الرَّبِيعُ قَالَ :
أَخْبَرَنَا الشَّافِعِيُّ قَالَ : أَخْبَرَنَا الثِّقَةُ عَنْ هِشَامٍ عَنْ
أَبِيهِ عَنْ عَبْدِ اللٰهِ بْنِ الأَرْقَمِ أَنَّهُ خَرَجَ إِلَى مَكَّةَ
فَصَحِبَهُ قَوْمٌ فَكَانَ يَؤُمُّهُمْ فَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَقَدَّمَ رَجُلًا
وَقَالَ : قَال رَسُولَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إذَا
أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ وَوَجَدَ أَحَدُكُمْ الْغَائِطَ فَلْيَبْدَأْ بِالْغَائِطِ.
Ar-Rabi’ mengabarkan kepada
kami, dia berkata : Asy-Syafi’i mengabarkan kepada kami, dia berkata :
Periwayat yang tsiqah mengabarkan
kepada kami, dari Hisyam, dari ayahnya, dari Abdullah bin Arqam, bahwa dia
pergi ke Mekah dan ditemani oleh sekelompok orang. Dia biasa mengimami mereka,
tetapi kemudian dia memerintahkan agar salat ditunaikan dan dia menyuruh
seseorang untuk maju. Dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Jika salat akan segera ditunaikan sedangkan salah seorang di antara
kalian merasa ingin buang air besar, maka hendaklah dia mendahulukan buang air
besar’.”[4]
Asy-Syafi’i
berkata : Jika seseorang terdesak untuk membatalkan wudu, baik dia menjadi imam
atau bukan, maka dia boleh membatalkan wudunya, lalu berwudu terlebih dahulu.
Saya tidak sendang sekiranya dia salat dalam keadaan dia menahan hal-hal yang
membatalkan wudu karena Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam memerintahkan untuk memulai dengan wudu, serta
memerintahkan untuk khusyuk dalam salat dan menyempurnakannya.
Barang
siapa yang sibuk menahan hal-hal yang membatalkan wudu, maka besar kemungkinan
dia tidak mencapai kesempurnaan dan kekhusyukkan dalam salat seperti yang
dicapai oleh orang yang tidak menahan hal-hal yang membatalkan wudu.
Jika
makanan telah dihidangkan untuk orang yang berpuasa atau orang yang berbuka
puasa, sedangkan dia sangat membutuhkan makanan tersebut, maka saya memberikan
keringanan baginya untuk tidak mendatangi jamaah, melainkan dia makan terlebih
dahulu jika memang dia sangat membutuhkan. Jika dia tidak sangat membutuhkan,
maka saya lebih senang sekiranya dia meninggalkan makanannya itu dan mendatangi
salat jamaah.
Saya
memberikan keringanan untuk tidak ikut jamaah akibat sakit, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallami pernah
sakit dan beliau tidak mengimami salat jamaah selama beberapa hari. Saya juga
memberikan keringanan untuk seseorang akibat keadaan yang menakutkan,
perjalanan, sakit atau kematian orang yang dia urusi, atau untuk memperbaiki
hal-hal yang dia khawatirkan tidak bisa diperbaiki lagi, baik berupa harta
benda atau orang yang dia urusi.
Saya tidak
memberikan keringanan baginya untuk meninggalkan jamaah kecuali ada uzur. Uzur
yang dimaksud adalah hal-hal yang telah saya jelaskan atau yang serupa dengan
itu, atau tertidur, atau kedatangan harta benda yang dia khawatirkan hilang
jika dia tinggalkan, atau pergi untuk mencari hewan yang hilang dan dia
berharap bisa menemukannya, atau yang dia khawatirkan hilang jika dia
tinggalkan.
DAFTAR PUSTAKA
Asy-Syafi’i. Al Umm Jilid
2. (Jakarta : Pustaka Azzam, 2014).
[1] HR Ath-Thabrani 1/73, 10;
Al Bukhari 1/222, no. 666 dari jalur Abdullah bin Yusuf dari Malik; dan Muslim
1/484, no. 22/697 dari jalur Yahya bin Yahya dari Malik.
[2] HR. Al Humaidi dalam Musnad-nya (2/306-307) dari jalur Sufyan
dari Ayyub dari Nafi’, bahwa Ibnu Umar hendak mendirikan salat di Dhajanan pada
suatu malam yang diguyur hujan, kemudian dia berkata, “Salatlah kalian di
tenda-tenda kalian! Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam memerintahkan muazin beliau pada malam yang hujan atau
malam yang dingin dan berangin kencang untuk berseru, “Ketahuilah, salatlah kalian di tenda-tenda kalian!”
Hadis ini juga diriwayatkan
oleh Muslim (1/484) dari jalur Muhammad bin Abdullah bin Numair dari ayahnya
dari Ubaidullah dari Nafi’ dengan redaksi yang serupa; dan Ibnu Majah (1/302,
no. 937) dari jalur Muhammad bin Shabbah dari Sufyan bin Uyainah dari Ayyub.
Al Baihaqi dalam Ma’rifah As-Sunan wal Atsar (2/347-348)
dari jalur Abu Ja’far Ath-Thawawi dari Al Muzanni dari Ar-Rabi’ hadis Utban bin
Malik, ketika dia meminta izin kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam untuk tidak ikut jamaah di masjid, lalu beliau
bersabda kepadanya, “Aku tidak menemukan
alasan bagimu jika kamu mendengar azan.”
Asy-Syafi’i menjelaskan
kekeliruan Sufyan tentang redaksi ini dan bahwa yang dimaksud adalah, “Aku
tidak menemukan uzur atau keringanan bagimu untuk mengejar keutamaan orang yang
menghadiri jemaah.”
Lihat As-Sunan Al Ma’tsurah, no. 154.
[3] HR. Ath-Thabarani (1/159,
no. 49); An-Nasa`i (2/110-111, no. 852) dari jalur Qutaibah bin Said dari Malik;
Abu Dawud (1/68, no. 88) dari jalur Ahmad bin Yunus dari Zuhair bin Hisyam bin
Urwah dengan sanad ini dengan redaksi serupa disertai kisah; dan Tirmidzi
(1/262) dari jalur Hannad bin Sariy dari Abu Muawiyah dari Hisyam bin Urwah
dengan redaksi serupa.
At-Tirmidzi berkata, “Dalam
bab ini terdapat riwayat dari Aisyah, Abu Hurairah, Tsauban dan Abu Umamah.”
Dia juga berkata, “Hadis
Abdullah bin Arqam hasan, shahih.”
Dia juga berkata, “Seperti
inilah Malik bin An-Nasa`i, Yahya bin Said Al Qaththan dan para pakar hadis
lainnya meriwayatkan dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Abdullah bin
Arqam.”
Wuhaib dan selainnya
meriwayatkan dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari seorang periwayat dari
Abdullah bin Arqam.
[4] Loc.cit.
COMMENTS