Hadis-Hadis Tentang Riba dan Sharf , hadis tetamg riba, hadis tentang sharf, hadis-hadis riba, hadis-hadis sharf, hadis penjualan valas, hadis penukaran mata uang asing, hadis tukar uang asing
Foto oleh Thobias Stromberg |
Dalam ilmu
fikih dikenal tiga jenis riba, yaitu :
1. Riba fadhl
yaitu riba yang timbul akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi
kriteria sama kualitasnya (mistlan bi
mistlin), sama kuantitasnya (sawa-an
bi sawa-in) dan sama waktu penyerahan (yadan
bi yadin). Petukaran semisal ini mengandung gharar, yaitu ketidakjelasan bagi kedua belah pihak akan nilai
masing-masing barang yang dipertukarkan.
2. Riba nasi’ah
disebut juga riba duyun yaitu riba
yang timbul akibat utang piutang yang tidak memenuhi kriteria untung muncul
bersama risiko (al ghunmu bi ghurmi)
dan hasil usaha timbul bersama biaya (al
kharaj bi dhaman).
3. Riba jahiliah yaitu utang yang dibayar melebihi dari
pokok pinjaman, karena si peminjam tidak mampu mengembalikan pinjaman pada
waktu yang telah ditentukan.[1]
عَنْ عُمَرِ يْنِ الْخَطَّبِ رَضِيَ
اللٰهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
الذَّهُبُ بِالذَّهِبِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالفِضَّةُ بِالفِضَّةِ رِبًا
إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالْبُرٌ بِالْبُر رِبَا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ
وَالشَّعِيْرُ بِاالشَّعِيْرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ.
Dari Umar bin Al Khaththab radhiyallahu’anhu dia berkata :
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Jual beli emas dengan emas
adalah riba kecuali secara kontan, perak dengan perak adalah riba kecuali
dengan kontan, biji gandum dengan biji gandum adalah riba kecuali secara
kontan, tepung gandum dengan tempung gandum adalah rimba kecuali secara
kontan.” (HR. Bukhari – Muslim)
Kesimpulan hadis :
1. Pengharaman jual beli emas dengan emas atau sebaliknya
serta kerusakannya jika tidak dilakukan pembayaran secara kontan di antara
penjual dan pembeli sebelum berpisah dari tempat akad. Inilah yang disebut musharafah.
2. Pengharaman menjual biji gandum dengan biji gandum atau
tepung gandum dengan tepung gandum serta kerusakannya, jika tidak dilakukan
secara kontan sebelum penjual dan pembeli berpisah dari tempat akad.
3. Keabsahan akad jika dilakukan pembayaran secara kontan
dalam musharafah, atau jual beli biji
gandum dengan biji gandum atau tepung gandum dengan tepung gandum di tempat
akad.
4. Yang dimaksud tempat akad adalah tempat berjual beli dan
bertransaksi, baik keduanya sama-sama duduk atau sambil berjalan atau sambil
berkendara. Sedangkan yang dimaksud berpisah yaitu apa pun menurut kebiasaan
dianggap sebagai perpisahan di antara manusia.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ
اللٰهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :
لَا تَبِيْعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ إِلَّا مِثْلَا وَلَا تُشِفُّوْا بَعْضَهَا
عَلَى بَعْضِ وَلَا تَبِيْعُوا الوَرِقُ بِالْوَرِقِ إِلَا مِثْلًا بِمِثْلٍ وَلَا
تُشِفُّوْا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ وَلَا تَبِيْعُوا مِنْهَا غَائِبًا بِنَا جِزٍ.
Dari Abu Sa’id Al Khudry radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah kalian menjual emas dengan emas
kecuali yang sama beratnya, janganlah kalian melebihkan sebagian di atas
sebagian yang lain, janganlah kalian menjual perak dengan perak kecuali yang
sama beratnya dan janganlah kalian melebihkan sebagian di atas sebagian yang
lain, dan janganlah kalian menjual yang tidak ada di antara barang-barang itu
dengan yang ada.” (HR. Bukhari – Muslim)
Kesimpulan hadis :
1. Larangan menjual emas dengan emas, perak dengan perak,
baik yang sudah dibentuk maupun yang belum dibentuk (batangan) atau yang
berbeda, selagi tidak mengikuti ukuran yang syariat, yaitu beratnya, jika tidak
dilakukan pembayaran secara kontan dari kedua belah pihak di tempat akad.
2. Larangan terhadap hal itu mengharuskan pengharamannya dan
tidak sahnya akad.
3. Pembayaran secara kontan dilakukan di tempat akad,
disyaratkan di antara semua harta yang mengandung riba.
4. Ibnu Taimiyah berkata tentang seseorang yang memberikan
pinjaman kepada orang-orang, setiap seratus harus dikembalikan seratus empat
puluh, “Inilah yang disebut riba seperti yang diturunkan di dalam Alquran.” Dia
menyebutkan bahwa orang itu tidak mempunyai hak kecuali apa yang diberikan
kepada mereka atau yang senilai dengannya. Adapun tambahannya, dia sama sekali
tidak berhak sedikit pun terhadapnya. Sedangkan riba yang sudah terlanjur
terjadi, maka dimaafkan. Adapun sisanya yang belum terbayarkan, maka menjadi
gugur karena didasarkan kepada firman Allah Subhanahu
wata’ala, “Dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut).” (QS. Al Baqarah : 287)[2]
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ
اللٰهُ عَنْهُ قَالَ : جَاءَ بِلَالٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مِتَمْرِ بَرْنِيٍّ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مِنْ أَيْنَ هَذَا قَالَ بِلَالٌ كَانَ عِنْدَنَأ تَمْرٌ رَدِيٌّ
فَبِعْتُ مِنْهُ صَاعَيْنِ بِصَاعٍ لِنُطْعِمَ النَّبِيَّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ
أَوَّهْ عَيْنُ الرِّبَا لَا تَفْعَلُ وَلَكِنْ إِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَشْتَرِيَ
فَبِعِ التَّمْرَ بِبَيْعٍ اَخَرَ ثُمَّ اشْتَرِبِهِ.
Dari Abu Sa’id Al Khudry radhiyallahu’anhu dia berkata : Bilal
datang kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam sambil menyerahkan kurma Barny. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya
kepadanya, “Dari mana engkau mendapatkan
kurma ini?” Bilal menjawab, “Tadinya kami mempunyai kurma yang rendah
mutunya, lalu aku menjual sebagian darinya dua sak dengan satu sak (yang
bagus), agar nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam memakannya”. Pada saat itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Awwah awwah. Ini adalah riba yang sebenarnya, ini adalah riba yang
sebenarnya, janganlah engkau melakukannya, tapi jika engkau ingin membeli,
juallah kurma (yang rendah mutunya) dengan penjualan lain, kemudian belilah
dengannya (kurma yang bagus mutunya).” (HR. Bukhari – Muslim)
Kesimpulan hadis :
1. Pengharaman riba fadhl
dengan kurma. Gambarannya, sebagian kurma dijual (ditukar) dengan sebagian yang
lain, yang satu lebih banyak daripada yang lain.
2. Hadis ini dijadikan dalil pembolehan masalah inah, yaitu menjual barang dagangan
secara kredit, kemudian membelinya dari pembeli itu secara kontan dengan harga
yang lebih sedikit dari harga pertama.
3. Hadis ini dijadikan dalil tentang pembolehan masalah tawarruq, yaitu membeli barang yang
nilainya seratus real dengan seratus dua puluh secara kredit, agar barang itu
dapat diambil manfaatnya, bahkan untuk dijual dan harganya dimanfaatkan.
4. Besarnya kedurhakaan dan bagaimana hal itu dirasakan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
5. Di dalam hadis ini tidak disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
memerintahnya untuk menolak jual beli dan tidak menyinggung penyanggahan, yang
menunjukkan ketiadaannya. Telah disebutkan dalam sebagian jalur, bahwa beliau
bersabda, “Ini adalah riba”, lalu
beliau menolaknya. Allah Subhanahu
wata’ala telah berfirman, “Dan, jika
kalian bertobat (dari pengambilan riba), maka bagi kalian harta pokok kalian.” (QS.
Al Baqarah : 279).
6. Diperbolehkan mengenakkan makanan dan minuman, selagi
tidak sampai kepada batasan tabdzir
dan berlebih-lebihan yang dilarang. Allah Subhanahu
wata’ala telah berfirman, “Katakanlah,
‘Siapakah yang perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkannya untuk
hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?’
Katakanlah, ‘Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam
kehidupan dunia’.” (QS. Al A’raf : 32).
7. Di sini terkandung penjelasan tentang sebagian adab
mufti, bahwa ketika dia ditanya tentang masalah yang haram dan dilarang bagi
orang yang meminta fatwa, maka dia harus membuka jalan yang mubah baginya dan
dibutuhkannya.[3]
عَنْ أَبِي الْمِنْهَالِ قَالَ : سَأَلْتُ
الْبَرَاءَ ابْنَ عَازِبٍ وَزَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ رَضِيَ اللٰهُ عَنْهُمْ عَنِ
الصَّرْفِ فَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا يَقُوْلُ هَذَا خَيْرٌ مِنِّي فَكِلَا هُمَا
يَقُوْلُ نَهَى رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ
الذَّ هَبِ بِالْوَرِقِ دَيْنَا.
Dari Abu Minhal, dia berkata : Aku
bertanya kepada Al Bara` bin Azib dan Zaid bin Arqam radhiyallahu’anhum tentang sharf.
Maka setiap orang di antara keduanya menjawab, “Orang ini lebih baik dari
diriku.” Masing-masing dari keduanya juga berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang
menjual emas dengan perak secara utang.” (HR. Bukhari – Muslim)
Kesimpulan hadis :
1. Larangan menjual emas dengan perak, perak dengan emas,
yang salah satu di antara keduanya tidak ada barangnya. Jadi harus dilakukan
pembayaran atau penyerahan secara kontan.
2. Sahnya jual beli ini dengan pembayaran secara kontan di
tempat akad, karena itu merupakan sharf.
3. Yang merusak akad jika tidak dilakukan pembayaran secara
kontan di tempat akad adalah karena tidak bertemunya dua barang, yang termasuk
alasan riba.
4. Sifat warak yang dimiliki orang-orang salaf, yang
sebagian lebih suka mengutamakan sebagian yang lain.
عَنْ أَبِي بَكْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُولُ
اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْفِضَّةِ بِالْفِضَّةِ
وَالذَّهَبِ بِالذَّهَبِ إِلَّا سَوَاءً بِسَوَاءٍ وَأَمَرَنَا أَنْ نَشْتَرِيَ
ألفِضَّةَ بِالذَّهَبِ كَيْفَ شِئْنَا وَنَشْتَرِيَ الذَهَبَ بِالْفِضَّةِ كَيْفَ
شِئْنَا قَالَ فَسَأَلَهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَدًا بِيَدٍ فَقَالَ هَكَذَا سَمِعْتُ.
Dari Abu Bakrah, dia berkata, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam melarang
menjual perak dengan perak, emas dengan emas kecual dengan berat yang sama, dan
memerintahkan agar kami membeli perak dengan emas menurut kehendak kami dan
agar kami membeli emas dengan perak menurut kehendak kami.” Dia (rawi) berkata,
“Seseorang bertanya kepadanya, ‘Apakah maksudnya secara kontan?’ Dia menjawab, ‘Begitulah
yang kudengar’.” (HR. Bukhari – Muslim)
Kesimpulan hadis :
1. Pengharaman menjual emas dengan emas, perak dengan perak
yang ada selisih beratnya, karena berhimpunnya harga dan yang dihargai dalam
satu jenis ribawi.
2. Boleh menjual emas dengan emas, perak dengan perak, namun
ada dua syarat : Pertama, sama
beratnya, yang satu tidak boleh melebihi yang lain. Kedua, pembayaran secara kontan di tempat akad. Apa yang dikatakan
tentang emas dan perak juga berlaku untuk satu jenis yang lain, ketika sebagian
dijual dengan sebagian yang lain, seperti biji gandum dengan biji gandum.
3. Diperbolehkannya menjual emas dengan perak atau perak dengan
emas yang berbeda beratnya, karena yang satu bukan jenis yang lain. Begitu pula
yang dikatakan untuk setiap jenis, yang dijual dengan jenis lainnya yang
bersifat ribawi, yang boleh dilakukan dengan adanya selisih berat di antara
keduanya.
4. Ketika menjual emas dengan perak atau perak dengan emas,
harus dilakukan pembayaran secara kontan di tempat akad. Jika keduanya berpisah
sebelum pembayaran, maka akad itu menjadi batal, karena keduanya berhimpun pada
alasan ribawi. Begitu pula yang berlaku untuk dua jenis, yang bertemu pada
alasan ribawi, yaitu takaran atau timbangan, yang harus dilakukan pembayaran
secara kontan di antara keduanya di tempat akad.[4]
DAFTAR PUSTAKA
Mardani. Ayat-ayat dan Hadis
Ekonomi Syariah. (Jakarta : Rajawali Pers, 2017).
[1] Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta
: Rajawali Pers, edisi ke 3, 2009), hlm. 40.
[2] Abdullah bin Abdurrahman
Ali Bassam, Taysiru al allam Syarh
umdatul ahkam, Syarah hadis pilihan Bukhari Muslim, penerjemah Kathur
Suhardi, (Jakarta : PT Darul Falah,
cetakan VII, 2008), hlm. 648.
[3] Ibid.
[4] Ibid.
COMMENTS