Kapan Pertama Kali Salat Diwajibkan? , Pertama Kali Salat Diwajibkan, Sejarah Salat Fardu, awal mula salat fardu
Foto oleh Marcel |
Asy-Syafi’i berkata : Saya
mendengar orang yang saya percayai riwayat dam ilmunya menjelaskan bahwa pada
mulanya Allah Subhanahu wata’ala
menurunkan kewajiban salat, kemudian Allah
Subhanahu wata’ala menghapusnya dengan kewajiban yang lain, kemudian Allah Subhanahu wata’ala menghapus yang kedua
dengan fardu yang lain, yaitu salat lima waktu.
Asy-Syafi’i berkata : Sepertinya
yang dia maksud adalah firman Allah Subhanahu
wata’ala,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمُزَّمِّلُ ١ قُمِ ٱلَّيۡلَ إِلَّا قَلِيلٗا ٢ نِّصۡفَهُۥٓ أَوِ ٱنقُصۡ مِنۡهُ قَلِيلًا ٣
“Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sembahyang) di
malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah
dari seperdua itu sedikit.” (QS. Al Muzzammil : 1-3)
Kemudian Allah Subhanahu wata’ala menghapusnya dengan
ayat lain dalam surat yang sama, yaitu firman Allah Subhanahu wata’ala,
إِنَّ رَبَّكَ يَعۡلَمُ أَنَّكَ تَقُومُ
أَدۡنَىٰ مِن ثُلُثَيِ ٱلَّيۡلِ وَنِصۡفَهُۥ وَثُلُثَهُۥ وَطَآئِفَةٞ مِّنَ ٱلَّذِينَ
مَعَكَۚ وَٱللَّهُ يُقَدِّرُ ٱلَّيۡلَ وَٱلنَّهَارَۚ عَلِمَ أَن لَّن تُحۡصُوهُ
فَتَابَ عَلَيۡكُمۡۖ فَٱقۡرَءُواْ مَا تَيَسَّرَ مِنَ ٱلۡقُرۡءَانِۚ
“Sesungguhnya Tuhanmu
mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam,
atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari
orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang.
Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas
waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa
yang mudah (bagimu) dari Alquran.” (QS. Al Muzzammil : 20)
Di sini
Allah menghapus salat sepanjang malam, atau setengahnya, atau kurang dari itu,
atau lebih dari itu, dengan bacaan Alquran yang ringan di waktu malam.
Apa yang
dikatakannya itu ada benarnya, meskipun saya senang sekiranya seseorang tidak
meninggalkan bacaan Alquran yang mudah dan ringan pada waktu malam. Sebuah
pendapat mengatakan bahwa salat yang dijelaskan dalam surah Al Muzammil dihapus
dengan firman Allah Subhanahu wata’ala,
أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ لِدُلُوكِ ٱلشَّمۡسِ
إِلَىٰ غَسَقِ ٱلَّيۡلِ وَقُرۡءَانَ ٱلۡفَجۡرِۖ إِنَّ قُرۡءَانَ ٱلۡفَجۡرِ كَانَ
مَشۡهُودٗا
“Dirikanlah salat dari
sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula salat) Subuh.
Sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al Isra` : 78)
Redaksi kata لِدُلُوكِ
ٱلشَّمۡسِ berarti
saat matahari tergelincir, yaitu salat Zuhur dan Asar. Redaksi غَسَقِ ٱلَّيۡلِ berarti saat malam telah gelap, yaitu salat Magrib dan
Isya. Sedangkan redaksi وَقُرۡءَانَ ٱلۡفَجۡرِ berarti bacaan
Alquran pada waktu fajar, yaitu salat Subuh.
Kemudian Allah
Subhanahu wata’ala berfirman,
وَمِنَ ٱلَّيۡلِ فَتَهَجَّدۡ بِهِۦ
نَافِلَةٗ لَّكَ عَسَىٰٓ أَن يَبۡعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامٗا مَّحۡمُودٗا
“Dan pada sebagian
malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu,
mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al Isra`
: 79)
Dalam ayat
ini Allah Subhanahu wata’ala
memberitahu Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam secara mutlak, bahwa salat malam itu hukumnya sunah, bukan fardu
dan bahwa salat-salat fardu adalah yang disebutkan pada ayat sebelumnya, yaitu
yang dikerjakan pada waktu siang dan malam.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
فَسُبۡحَٰنَ ٱللَّهِ حِينَ تُمۡسُونَ
وَحِينَ تُصۡبِحُونَ ١٧ وَلَهُ ٱلۡحَمۡدُ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ
وَعَشِيّٗا وَحِينَ تُظۡهِرُونَ ١٨
“Maka bertasbihlah
kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari dan waktu kamu berada di waktu
pagi, dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi dan di waktu kamu
berada pada petang hari dan di waktu kamu berada di waktu zuhur.” (QS. Ar-Rum
: 17-18)
Menurut sebuah
pendapat, bacaan tasbih di waktu petang maksudnya adalah salat Magrib dan Isya,
dan bacaan tasbih di waktu pagi adalah salat Subuh. Sedangkan bacaan tahmid di
waktu sore adalah salat Asar dan bacaan tahmid di waktu zuhur adalah salat
Zuhur. Pendapat ini sangat mendekati kebenaran. Allah A’lam.
Asy-Syafi’i
berkata : Penjelasan mengenai apa yang telah saya sampaikan dalam sunah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
adalah sebagai berikut,
أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ عَمِّهِ أَبِي
سُهَيْلِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ سَمِعَ طَلْحَةَ بْنَ عُبَيْدِ اللٰهِ
يَقُولُ : جَاءَ رَجُلٌ إلَى رَسُولِ اللٰهِ صَلَّى اللٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَإِذَا هُوَ يَسْأَلُ عَنْ الإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ فَقَالَ هَلْ
عَلَيَّ غَيْرُهَا فَقَالَ لَا إلَّا أَنْتَطَّوَعَ
Malik mengabarkan kepada kami,
dari pamannya Abu Suhail bin Malik, dari ayahnya, bahwa dia mendengar Thalhah
bin Ubaidullah berkata : Ada seorang lelaki yang datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu dia
bertanya tentang Islam. Beliau menjawab, “Lima
salat dalam sehari semalam.” Dia bertanya lagi, “Apakah ada kewajiban salat
selain itu?” Beliau menjawab, “Tidak,
kecuali engkau melakukan dengan sukarela.”[1]
Asy-Syafi’i
berkata : Jadi, salat fardu itu ada lima, sedangkan selainnya adalah sunah. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam pernah
salat Witir di atas unta, sedangkan sepengetahuan kami beliau tidak pernah
salat wajib di atas unta.
Salat sunah
itu ada dua macam cara, yaitu secara berjamaah dan sendirian. Salat berjamaah
itu lebih kuat anjurannya. Saya tidak membolehkan orang yang mampu mengerjakan
salat secara berjamaah untuk meninggalkannya. Salat yang dimaksud adalah salat
Id, salat gerhana matahari dan bulan, serta salat Istiska.
Sedangkan salat
Tarawih pada bulan Ramadan, saya lebih senang sekiranya ia dikerjakan secara
sendirian. Salat sendirian yang paling kuat anjurannya –di mana sebagian salat
sunah itu memang lebih kuat anjurannya daripada bagian lain– adalah salat
Witir. Ia serupa dengan salat Tahajud. Selanjutnya adalah salat sunah Fajar dua
rakaat. Saya tidak memberikan keringanan kepada seorang muslim untuk
meninggalkan salah satu dari keduanya (salat Witir dan sunah Fajar) meskipun
saya tidak mewajibkan keduanya. Barang siapa meninggalkan salah satu dari
keduanya, maka dia lebih buruk keadaannya daripada orang yang meninggalkan
semua salat sunah, baik di waktu siang atau di waktu malam.
DAFTAR PUSTAKA
Asy-Syafi’i. Al Umm Jilid
2. (Jakarta : Pustaka Azzam, 2014).
[1] HR. Ath-Thabrani (no. 97)
dengan redaksi yang diringkas pada Asy-Syafi’i.
Sedangkan redaksi
selanjutnya dalam Al Muwaththa`
adalah : Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Dan puasa bulan
Ramadan.” Orang itu bertanya lagi, “Adakah puasa lain yang wajib bagiku?”
Beliau menjawab, “Tidak, kecuali kamu
melakukan dengan sukarela.”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan
masalah zakat, lalu orang itu bertanya, “Adakah zakat lain yang wajib bagiku?”
Beliau menjawab, “Tidak, kecuali kamu
memberikannya dengan sukarela.” Kemudian orang itu pergi sambil berkata, “Demi
Allah, aku tidak menambahkannya dan tidak menguranginya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun
bersabda, “Beruntunglah orang itu seandainya
dia jujur.”
Al Bukhari (1/31, no. 64)
dari jalur Ismail dari Malik; dan Muslim (1/40-41, no. 8/11) dari jalur
Qutaibah bin Sa’id bin Jamil bin Tharif bin Abdullah Ats-Tsaqafi dari Malik
dengan redaksi yang lebih panjang.
COMMENTS