Niat dalam Salat, niat waktu salat, bagaimana niat salat
Foto oleh Michael Marsh |
Asy-Syafi’i
berkata : Allah Subhanahu wata’ala mewajibkan
salat, sedangkan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam menjelaskan bilangan rakaat masing-masing salat, waktunya,
apa saja yang dikerjakan dalam salat dan dalam masing-masing salat.
Allah Subhanahu wata’ala menjelaskan bahwa di
antara salat itu ada yang fardu dan ada yang sunah. Allah Subhanahu wata’ala berfirman kepada Nabi-Nya,
وَمِنَ ٱلَّيۡلِ فَتَهَجَّدۡ بِهِۦ
نَافِلَةٗ لَّكَ
“Dan pada sebagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu
sebagai suatu ibadah tambahan bagimu” (QS. Al Isra` : 79)
Kemudian
Rasululllah shallallahu ‘alaihi wasallam
menjelaskan sehingga tampak jelas, bahwa di antara salat itu ada yang hukumnya
sunah dan fardu. Salat fardu ditetapkan waktunya sehingga salat seseorang tidak
sah, kecuali pada saat itu dia niat untuk melakukan salat.
Asy-Syafi’i
berkata : Orang yang mengerjakan setiap salat wajib itu wajib mengerjakannya
dalam keadaan suci, sesudah masuk waktunya, menghadap kiblat, meniatkan salat
secara definitif, lalu membaca takbir. Jika dia meninggalkan satu saja
amalan-amalan ini, maka salatnya tidak sah.
Asy-Syafi’i
berkata : Niat tidak bisa digantikan dengan takbir dan niat tidak sah kecuali
dilakukan bersamaan dengan takbir, tidak boleh mendahului takbir dan tidak
boleh sesudah takbir.
Seandainya
seseorang berdiri menuju salat dengan membesitkan niat, tetapi kemudian dalam
niatnya itu dia mengalami lupa atau selainnya, kemudian dia takbir dan salat,
maka salatnya tidak sah. Demikian pula, seandainya dia meniatkan suatu salat
secara definitif, kemudian niat salat yang hendak dia kerjakan secara definitif
itu hilang dari dirinya, kemudia muncul suatu niat untuk mengerjakan suatu
salat yang wajib baginya di waktu itu, baik salat pada waktunya atau salat qada,
maka salat ini tidak sah karena dia belum meniatkannya secara pasti. Salatnya
tidak sah hingga dia meniatkan salatnya secara definitif tanpa ada keraguan di
dalamnya, serta tanpa mencampurnya dengan niat selainnya.
Demikian
pula, seandainya dia terlewatkan suatu salat, tetapi dia tidak tahu apakah
salat yang dia lewatkan itu zuhur atau asar, kemudian dia bertakbir dengan
meniatkan salat yang terlewatkan, maka salatnya itu tidak sah karena dia tidak
memaksudkan niatnya untuk suatu salat yang definitif.
Asy-Syafi’i berkata : Karena itu
kami mengatakan bahwa jika seseorang melewatkan suatu salat, sedangkan dia
tidak tahu salat apa itu, maka dia harus mengerjakan salat lima waktu dengan
meniatkan masing-masing salat untuk salat yang terlewatkan itu. Seandainya dia
melewatkan dua salat yang dia ketahui, kemudian dia memasuki salah satunya
dengan suatu niat, kemudian dia merasa ragu dan tidak tahu salat mana yang dia
niatkan dan dia kerjakan, maka salatnya tidak sah untuk salah satu dari
keduanya. Salatnya tidak sah sampai dia yakin dengan apa yang telah dia
niatkan.
Seandainya seseorang telah
memasuki suatu salat dengan suatu niat, kemudian dia mengalihkan niat tersebut
kepada salat lain, atau mengalihkan niat untuk keluar darinya meskipun dia
belum keluar darinya, kemudian dia mengembalikan niat kepadanya, maka salatnya
telah rusak. Begitu dia mengalihkan niat dari salatnya, maka salatnya rusak dan
dia harus mengulanginya.
Demikian pula, seandainya dia
telah memasuki salat dengan suatu niat, kemudian dia berkata dalam hati,
“Apakah aku teruskan atau tinggalkan?”, maka salatnya rusak jika dia telah
mengalihkan niatnya untuk tidak meneruskan salat. Dia tidak seperti orang yang
berniat kemudian niatnya hilang dari kesadaran tanpa mengalihkannya kepada yang
lain, karena dia tidak wajib mengingat niat dalam setiap keadaan dalam salat
sesudah dia memasuki salat.
Seandainya dia yakin bahwa dia
telah memasuki salat dengan niat, kemudian dia ragu apakah dia telah
memasukinya dengan niat atau tidak, kemudian dia teringat sebelum melakukan
suatu amalan di dalamnya, maka salatnya sah. Maksud amalan dalam salat adalah
bacaan, rukuk atau sujud.
Seandainya keraguannya ini
terjadi saat dia telah sujud, lalu mengangkat kepala, lalu sujud lagi, aka
inilah yang disebut amalan. Jika dia telah melakukan sebagian dari amalan salat
dalam keadaan dia meragukan niatnya, maka dia harus mengulangi salat. Jika dia
teringat sebelum melakukan suatu amalan salat, maka salatnya sah.
Seandainya dia memasuki salat
dengan suatu niat, kemudian mengalihkan niat kepada salat lain, baik sunah atau
fardu, kemudian niatnya itu sempurna untuk salat yang menjadi tujuan
pengalihan, maka salat pertama yang dia masuki dengan niat itu tidak sah karena
dia telah mengalihkan niat darinya kepada salat lain dan salat kedua yang
menjadi tujuan pengalihan niat juga tidak sah karena dia tidak memulainya
dengan niat.
Seandainya dia bertakbir tanpa
meniatkan salat secara definitif, kemudia sesudah itu dia baru meniatkan, maka
salatnya tidak sah karena dia memasuki salat tanpa menyengaja salat dengan
niat.
Seandainya dia terlewatkan salat
zuhur dan asar, kemudian dia memasuki salat zuhur dengan meniatkannya sebagai
salat zuhur dan asar, maka salatnya tidak sah untuk salah satunya, karena dia
tidak menetapkan niat untuk zuhur atau asar.
Seandainya dia terlewatkan suatu
salat, tetapi dia tidak tahu salat apa itu, lalu dia bertakbir sambil meniatkan
salat, maka salatnya tidak sah sebelum dia meniatkan salat secara definitif.
DAFTAR PUSTAKA
Asy-Syafi’i. Al Umm Jilid
2. (Jakarta : Pustaka Azzam, 2014).
COMMENTS