Klik gambar di atas untuk mendownload dokumen dalam bentuk Microsoft Word BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Dalam era globalisasi ini ...
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Dalam era globalisasi ini banyak kita lihat kesenjangan sosial yang terjadi di dalam masyarakat antara yang kaya dan yang miskin. Hal ini salah satunya dikarenakan adanya ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan ataupun tidak diaplikasikan dengan maksimal distribusi pendapatan di dalam masyarakat.
Distribusi pendapatan adalah penyaluran pendapatan ke tiap anggota masyarakat dari hasil pekerjaan, jasa atau niaga. Distribusi pendapatan adalah bagaimana tingkat penyebaran pendapatan di suatu wilayah atau daerah.
B. Rumusan Masalah
- Apakah Pengertian dan Prinsip Distribusi Pendapatan
- Apa Sektor-Sektor Distribusi Pendapatan
- Apa Tujuan Distribusi Pendapatan Islam
- Bagaimana Distribusi Pendapatan dalam Pandangan Islam
C. Tujuan
- Untuk Mengetahui Pengertian Dan Prinsip Distribusi Pendapatan
- Untuk Mengetahui Sektor-Sektor Distribusi Pendapatan
- Untuk Mngetahui Lebih Detail Lagi Tujuan Distribusi Pendapatan
- Untuk Mengetahui Distribusi Pendapatan dalam Pandangan Islam
BAB II
Isi
A. Pengertian dan Prinsip Distribusi Pendapatan
1. Pengertian Distribusi Pendapatan
Istilah ini terdiri atas 2 kata, yaitu distribusi dan pendapatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), distribusi bermakna pembagian, penyaluran, dan pengiriman, sedangkan pendapatan artinya adalah hasil kerja usaha, pencarian, dan sebagainya[1]. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa distribusi pendapatan adalah suatu usaha penyaluran dan pembagian hasil kerja usaha, niaga, ataupun jasa dengan berupa harta atau uang kepada setiap anggota masyarakat. Muhammad Anas Zarqa, dalam makalahnya mengatakan bahwa distribusi memiliki 4 makna utama, yaitu : Pertukaran (exchange), sumbangan sukarela (voluntary contribution), dan Kepemilikan sosial (social authority). “Distribusi pendapatan dapat diartikan sebagai sumbangan sukarela menurut prinsip-prinsip kebutuhan dan kewajiban-kewajiban moral tanpa menggunakan kekuatan kekuasaan atau kepemilikan.”[2]Distribusi pendapatan adalah penyaluran pendapatan ke tiap anggota masyarakat dari hasil pekerjaan, jasa atau niaga. Distribusi pendapatan adalah bagaimana tingkat penyebaran pendapatan di suatu wilayah atau daerah.
Apabila dalam suatu wilayah terjadi ketimpangan kekayaan, itu artinya distribusi pendapatan di wilayah tersebut belum berjalan dengan efektif. Ketimpangan kekayaan yang menciptakan jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin tersebut bisa jadi karena kesalahan sistem dalam distribusi pendapatan atau bisa jadi karena sistem yang ada belum diaplikasikan secara maksimal dalam kehidupan.
a. Menurut konsep ekonomi umum
Distribusi adalah klasifikasi pembayaran berupa sewa, upah, bunga modal dan laba, yang berhubungan dengan tugas-tugas yang dilaksanakan oleh tenaga kerja, modal dan pengusaha-pengusaha. Dalam proses distribusi penentuan harga yang dipandang dari si penerima pendapatan bukanlah dari sudut si pembayar biaya-biaya, distribusi juga berarti sinonim untuk pemasaran. Kadang-kadang distribusi dinamakan sebagai functional distribution.[3]
Pendapatan juga diartikan sebagai suatu aliran uang atau daya beli yang dihasilkan dari penggunaan sumber daya properti manusia. Menurut Winardi pendapatan secara teori ekonomi adalah hasil berupa uang atau hasil materi lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan atau jasa manusia bebas. Dalam pengertian pembukuan pendapatan diartikan sebagai pendapatan sebuah perusahaan atau individu.
Sementara kekayaan diartikan oleh Winardi sebagai segala sesuatu yang berguna dan digunakan oleh manusia. Istilah ini juga digunakan dalam arti khusus seperti kekayaan nasional. Sedang Sloan dan Zurcher mengartikan kekayaan sebagai objek-objek material yang ekstern bagi manusia yang bersifat: berguna, dapat dicapai dengan angka. Kebanyakan ahli ekonomi tidak menggolongkan dalam istilah kekayaan hak milik atas harta kekayaan, misalnya saham. Karena dokumen tersebut dianggap sebagai bukti hak milik atas kekayaan, jadi bukan kekayaan itu sendiri. Distribusi ditinjau dari segi kebahasaan berarti proses penyimpanan dan penyaluran produk kepada pelanggan.[4]
Distribusi pendapatan dan kekayaan dalam masa sekarang ini merupakan suatu permasalahan yang sangat penting dan rumit dilihat dari keadilannya dan pemecahannya yang tepat bagi kesejahteraan dan kebahagiaan seluruh masyarakat. Tidak diragukan lagi bahwa pendapatan sangat penting dan perlu, tapi yang lebih penting lagi adalah cara distribusi. Jika para penghasil itu rajin dan mau bekerja keras, mereka akan dapat meningkatkan kekayaan negara, akan tetapi jika distribusi kekayaan itu tidak tepat maka sebagian besar kekayaan itu akan masuk ke dalam kantong para kapitalis, sehingga akibatnya banyak masyarakat yang menderita kemiskinan dan kelebihan kekayaan negara tidak mereka nikmati. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kesejahteraan dan kemakmuran rakyat itu sepenuhnya tergantung pada hasil produksi itu sendiri, tapi juga pada distribusi pendapatan yang tepat. Kekayaan mungkin bisa dihasilkan secara berlebihan di setiap negara, tapi distribusi tidak berdasarkan pada prinsip-prinsip dan kebenaran keadilan, sehingga negara tersebut belum dikatakan berhasil.[5]
b. Menurut konsep ekonomi Islam
Distribusi pendapatan merupakan suatu proses pembagian (sebagian hasil penjualan produk) kepada faktor-faktor produksi yang ikut menentukan pendapatan.[6]Adapun prinsip utama dalam konsep distribusi menurut pandangan Islam ialah peningkatan dan pembagian hasil kekayaan agar sirkulasi kekayaan dapat ditingkatkan, sehingga kekayaan yang ada dapat melimpah dengan merata dan tidak hanya beredar di antara golongan tertentu saja. Selain itu, ada pula pendapat yang menyatakan bahwa posisi distribusi dalam akvitas ekonomi suatu pemerintahan amatlah penting, hal ini dikarenakan distribusi itu sendiri menjadi tujuan utama dari kebijakan fiskal dalam suatu pemerintahan (selain fungsi alokasi). Adapun distribusi, seringkali diaplikasikan dalam bentuk pungutan pajak (baik pajak yang bersifat individu maupun pajak perusahaan). Akan tetapi masyarakat juga dapat melaksanakan swadaya melalui pelembagaan ZIS, di mana dalam hal ini pemerintah tidak terlibat langsung dalam mobilisasi pengelolaan pendapatan ZIS yang diterima. Sementara Anas Zarqa mengemukakan bahwa definisi distribusi itu sebagai suatu transfer dari pendapatan kekayaan antara individu dengan cara pertukaran (melalui pasar) atau dengan cara lain, seperti warisan, sedekah, wakaf dan zakat.[7]
Dari definisi yang dikemukakan oleh Anas Zarqa di atas, dapat diketahui bahwa pada dasarnya ketika kita berbicara tentang aktivitas ekonomi di bidang distribusi, maka kita akan berbicara pula tentang konsep ekonomi yang ditawarkan oleh Islam. Hal ini lebih melihat pada bagaimana Islam mengenalkan konsep pemerataan pembagian hasil kekayaan negara melalui distribusi tersebut, yang tentunya pendapatan negara tidak terlepas dari konsep-konsep Islam, seperti zakat, wakaf, warisan dan lain sebagainya.
2. Prinsip Distribusi Pendapatan
Distribusi harta kekayaan merupakan masalah yang sangat urgen dalam mewujudkan pemerataan ekonomi masyarakat. Pentingnya distribusi harta kekayaan dalam ekonomi Islam tidak berarti tidak memperhatikan keuntungan yang diperoleh dari produksi. Maka dalam distribusi, ada beberapa prinsip dasar, yaitu sebagai berikut:
a. Prinsip keadilan atau pemerataan
- Kekayaan tidak boleh dipusatkan pada sekelompok orang saja, tetapi harus menyebar kepada seluruh masyarakat.
- Macam-macam faktor produksi yang bersumber dari kekayaan nasional harus dibagi secara adil. Islam menginginkan persamaan kesempatan dalam meraih harta kekayaan, terlepas dari tingkatan sosial, kepercayaan dan warna kulit. Islam menjamin akan tersebarnya harta kekayaan di masyarakat dengan adanya distribusi yang adil.
b. Prinsip persaudaraan atau kasih sayang
- Menggambarkan adanya solidaritas individu dan sosial dalam masyarakat Islam, bentuk nyata ini tercermin pada pola hubungan sesama muslim. Rasa persaudaraan sejati yang tidak akan terpecah-belah oleh kekuatan-kekuatan duniawi inilah yang mempersatukan individu ke dalam masyarakat.
- Peradaban manusia mencapai tingkat universalitas yang sesungguhnya, yaitu adanya saling bersandar, saling membutuhkan yang dihayati oleh seorang muslim maupun masyarakat Islam yang akan memperkokoh solidaritas seluruh anggota masyarakat dalam aspek kehidupan yang termasuk juga aspek ekonomi.
c. Prinsip jaminan sosial
- Prinsip pokok dalam distribusi kekayaan. Tidak hanya sebagai prinsip semata, melainkan menggariskan dan menentukannya dalam sistem yang sempurna seperti zakat, sedekah dan lain-lain.
- Prinsip ini memuat beberapa elemen dasar, yaitu: pertama, bahwa SDA harus dinikmati oleh semuah makhluk Allah. Kedua, adanya perhatian terhadap fakir miskin terutama oleh orang yang punya uang. Ketiga, kekayaan tidak boleh dinikmati dan hanya berputar pada kalangan orang kaya saja. Keempat, perintah untuk berbuat baik kepada orang lain. Kelima, orang Islam yang tidak punya kekayaan harus mampu dan mau menyumbangkan tenaganya untuk kegiatan sosial. Keenam, larangan berbuat baik karena ingin dipuji orang (riya’). Ketujuh, jaminan sosial itu harus diberikan kepada mereka yang telah disebutkan dalam al-Qur’an sebagai pihak yang berhak atas jaminan sosial itu.
Larangan Riba
Pelarangan riba merupakan permasalahan penting dalam ekonomi Islam, terutama karena riba secara jelas dilarang dalam al- Qur’an. Jika dihubungkan dengan masalah distribusi maka riba dapat mempengaruhi meningkatnya masalah distribusi, yakni: berhubungan dengan distribusi pendapatan antara bankir dan masyarakat secara umum, serta nasabah secara khusus dalam kaitannya dengan bunga bank.
Larangan Menumpuk Harta
Islam membenarkan hak milik pribadi, namun tidak membenarkan penumpukan harta benda pribadi sampai batas-batas yang dapat merusak fondasi sosial Islam. Apabila terjadi yang demikian, maka pemerintah dibenarkan dengan kekuasaannya untuk mengambil secara paksa harta tersebut demi kepentingan masyarakat.
Jika sekarang sesuai dengan prinsip larangan menumpuk harta di atas, seharusnya dalam masyarakat akan terjadi pengambilan harta secara paksa terhadap masyarakat yang mampu untuk diserahkan sebagian hartanya kepada masyarakat yang membutuhkan. Tetapi itu tidak terealisasikan.
B. Sektor-Sektor Distribusi Pendapatan dalam Islam
Peran institusi dalam distribusi dapat dipahami melalui beberapa sektor berikut:
1. Sektor Pemerintahan
Kesejahteraan masyarakat dapat terwujud jika pemerintah benar-benar berperan dalam mencukupi kebutuhan masyarakat, baik dasar/primer, sekunder, mapun tersier. Atas dasar itu, pemerintah dilarang untuk berhenti pada pemenuhan kebutuhan dan pelayanan primer masyarakat saja, namun harus berusaha untuk mencukupi seluruh kebutuhan komplemen lainnya selama tidak bertentangan dengan syariah sehingga tercipta kehidupan masyarakatyang sejahtera.
Peran pemerintah dalam distribusi diperlukan terutama jika pasar tidak mampu menciptakan distribusi secara adil dan ada faktor penghambat untuk terciptanya mekanisme pasar yang efisien. Pemerintah memiliki otoritas untuk menghilangkanhambatan tersebut karena ketidakmampuan atau kurang sadarnya masyarakat.
Masalah penimbunan yang marak dilakukan pengusaha, monopoli dan oligopoli pengusaha besar pada komoditas tertentu, asimetris informasi, terputusnya jalur distribusi dengan menghalangi barang yang akan masuk ke pasar, maupun cara-cara lain yang dapat menghambat mekanisme pasar.
Pemerintah bertugas menegakkan kewajiban yang harus dilaksanakan setiap individu dan menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan, tugas pemerintah mengubah teori menjadi kenyataan, mengubah norma menjadi undang-undang, dan memindahkan keindahan etika menjadi tindakan sehari-hari. Pemerintah juga berperan sebagai penjamin terciptanya distribusi yang adil serta menjadi fasilitator pembangunan manusia dan menciptakan kesejahteraan masyarakat.
2. Sektor Publik
Kesejahateraan ekonomi merupakan hasil dari kerja seluruh elemen yang ada di masyarakat, baik pemerintah, keluarga maupun masyarakat. Dalam menciptakan keadilan ekonomi, bukan hanya tanggung jawab pemerintah namun juga merupakan kewajiban masyarakat untuk mewujudkannya. Dengan menyadari setiap individu dalam masyarakat membutuhkan individu yang lainnya, maka masyarakat bekerja tidak selalu untuk kepentingan dirinya, namun juga untuk kepentingan orang lain.
Antara muslim satu dan muslim lainnya ibarat satu tubuh yang saling melengkapai antara satu dan lainnya. Meskipun manusia diciptakan berbeda-beda, namun dengan perbedaan itulah setiap manusia dapat berbuat sesuatu yang bermanfaat untuk kepentingan masyarakat secara berbeda-beda. Masyarakat dituntut untuk menyadari akan peran pentingnya dalam menciptakan keadilan distribusi dan mempersempit kesenjangan ekonomi dengan menunaikan kewajiban zakat, mewakafkan sebagian harta yang dimiliki untuk kepentingan masyarakat, mengaktifkan hukum waris sebagai jaminan terhadap keluarga, berinfak serta bersedekah sebagai penyediaan layanan sosial.
Secara makro peran ekonomi Islam dalam menciptakan keadilan ekonomi di Indonesia dapat diharapkan melalui aplikasi kebijakan ekonomi, optimalisasi peran institusi distribusi seperti pemerintah dan masyarakat, sehingga melahirkan kesadaran baik pemerintah maupun masyarakat dalam menciptakan keadilan ekonomi dengan mengaplikasikan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan dan berpihak pada masyarakat, bukan pada segelintir orang atau kelompok yang memiliki kepentingan, sehingga bangsa ini semakin jauh dari kesejahteraan.
C. Tujuan Distribusi Pendapatan Islam
Distribusi sama dengan produksi dan konsumsi yang mana mempunyai tujuan, di antara tujuan-tujuan itu adalah:
1) Menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat.
Moral yang paling penting dan efektif yang Allah perintahkan adalah untuk menyebarkan kesejahteraan nasional melalui prinsip kekayaan yang melebihi kebutuhan yang tersisa setelah semua kebutuhan terpenuhi. Orang Islam diperintahkan untuk memerintahkan hartanya sampai kebutuhan fakir miskin terpenuhi.
2) Mengurangi ketidaksamaan pendapatan dan kekayaan dalam masyarakat.
Apabila terjadi perbedaan ekonomi yang mencolok antara yang kaya dan miskin akan mengakibatkan adanya sifat saling benci yang pada akhirnya melahirkan sikap permusuhan dan perpecahan dalam masyarakat.
3) Untuk mencucikan jiwa dan harta.
Orang yang mampu mendistribusikan hartanya akan terhindar dari sifat kikir, dan akan menguatkan tali persaudaraan antar sesama manusia.
4) Untuk membangun generasi yang unggul.
Distribusi juga bertujuan untuk membangun generasi penerus yang unggul, khususnya dalam bidang ekonomi, karena generasi muda merupakan penerus dalam sebuah kepemimpinan suatu bangsa.
5) Untuk mengembangkan harta.
Pengembangan ini dapat dilihat dari dua sisi. Yang pertama sisi spiritual, berdasarkan al Qur’an dalam surat al Baqarah:276.
يَمۡحَقُٱللَّهُٱلرِّبَوٰاْ وَيُرۡبِي ٱلصَّدَقَٰتِۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.”
Kedua, sisi ekonomi, dengan adanya distribusi harta kekayaan maka akan mendorong terciptanya produktivitas, daya beli dalam masyarakat akan meningkat.
D. Distribusi Pendapatan dalam Pandangan Islam
Apabila kita memperhatikan dengan cermat, sangat jelas kita temukan banyak sekali kekurangan yang ada pada sistem distribusi pendapatan kapitalis dan sosialis dalam mengatasi masalah ketimpangan kekayaan masyarakat. Hal ini tidaklah aneh, karena begitulah sistem yang diciptakan oleh manusia.
Islam, bukanlah hanya sekedar agama yang mengatur masalah ritual semacam wudu, salat, haji, atau yang semacamnya yang berkaitan dengan muamalah, lebih dari itu, Islam adalah sebuah agama yang mengatur seluruh urusan kehidupan manusia untuk kebaikan manusia itu sendiri.
1. Asas Distribusi Pendapatan dalam Islam
Distribusi dalam Islam tertumpu diatas 2 asas, yaitu asas keadilan dan kebebasan.
a. Asas Kebebasan
Asas kebebasan dalam Islam adalah percaya pada Allah dan pada manusia. Allah adalah Tuhan sekalian alam, Pengatur dan Pemilik segala urusan. Hanya ditangan-Nyalah penciptaan, kematian, dan pengaturan rezeki. Islam menerapkan kebebasan karena ia menganjurkan kepada umatnya untuk percaya kepada Allah dan mengakui eksistensi manusia di muka bumi ini. Agar manusia tetap eksis dalam menjalankan kewajibannya sebagai khalifah di bumi ini, maka ia diberikan kebebasan untuk memiliki harta, berlomba mendapatkannya, dan membelanjakannya.
b. Asas Keadilan
Kebebasan mutlak, sebagaimana dianut oleh paham kapitalis, bukanlah ajaran Islam. Karena kebebasan yang diajarkan Islam adalah kebebasan yang terikat dengan keadilan.[8]
2. Langkah-Langkah dalam Distribusi Pendapatan
Secara praktik, dalam melakukan distribusi pendapatan, Islam mengambil beberapa langkah nyata. Yaitu langkah hukum dan langkah moral.
a. Langkah hukum
Beberapa hal yang termasuk langkah hukum dalam distribusi pendapatan dalam Islam adalah penerapan hukum waris, kewajiban zakat, larangan terhadap riba, larangan terhadap penyembunyian harta, larangan boros dalam membelanjakan, dan larangan berdagang dengan cara yang tidak sehat.[9]
Dengan adanya sistem pembagian harta warisan, maka kekayaan akan dapat berpindah kepemilikan sehingga bisa mencegah kemiskinan. Dengan diwajibkannya zakat, orang fakir dan miskin akan mendapat bantuan dalam memenuhi kebetuhan sehari-harinya sehingga dapat hidup dengan layak. Dalam berbagai bentuk pelarangan, diharapkan seorang yang memiliki harta lebih dapat menguasai hawa nafsunya untuk tidak memperkaya diri dengan cara yang curang sehingga dapat hidup berdampingan satu sama lain tanpa ada jurang pembatas diantara manusia.
Selain beberapa langkah diatas, terdapat sejumlah anjuran pada syariat Islam yang berkaitan dengan usaha-usaha penyaluran kekayaan, diantaranya adalah:
1) Kharaj, atau pajak tanah yang diwajibkan pada pemilik tanah hasil rampasan perang.
2) Jizyah, atau iuran wajib atas seseorang yang berstatus dzimmi.
3) `Usyr, atau pajak yang dipungut dari tanah cocok tanam.
4) Kaffarat, atau tebusan atas kesalahan yang telah dilakukan.
5) `Udhiyah, atau penyembelihan hewan kurban di Idul Adha.[10]
Keseluruhan harta tersebut dikumpulkan di baitul mal yang dikelola negara dan kemudian didistribusikan kepada yang berhak menerimanya.
b. Langkah moral
Tanggung jawab moral, untuk mencapai keadilan ekonomi yang ideal sangatlah dianjurkan dalam Islam. Hal ini diaplikasikan dalam distribusi pendapatan dengan adanya anjuran sedekah[11], Selain itu, ada beberapa macam anjuran selain sedekah yang termuat dalam al-Qur`an, di antaranya adalah:
1) Qardh hasan, atau bentuk pemberian pinjaman bebas bunga pada orang-orang yang membutuhkan.
2) Nudzur, atau perbuatan untuk menafkahkan kekayaan dalam jumlah tertentu demi mendapat rida Allah jika tujuan yang diinginkan tercapai.
3) Waqf, atau pemberian secara suka rela untuk maslahat masyarakat umum.[12]
3. Sewa, Upah, dan Bunga dalam Distribusi Pendapatan Islam
Ketiga hal primer ini sangatlah berkaitan dengan usaha pemerataan kekayaan melalui distribusi pendapatan. Islam juga mengatur ketiga hal tersebut.
a. Sewa
Meskipun tidak ada dalil yang menyebutkan tentang pembayaran sewa, dapatlah dirumuskan bahwa pembayaran sewa tidak termasuk sesuatu yang dilarang dalam Islam, meskipun secara kasar ada persamaan antara pembayaran sewa dan bunga. Hal ini dikarenakan pembayaran sewa adalah dari tanah, sedangkan bunga adalah modal.
b. Upah
Buruh yang bekerja untuk seorang majikan atau sebuah pekerjaan, telah dijamin kesejahteraanya dalam Islam. Hal ini sebagaimana disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam haditsnya,”Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.”(HR. Ibnu Majah). Hakikatnya, dalam masyarakat Islam, upah yang harus dibayarkan bukanlah sebuah keistimewaan, akan tetapi sebuah hak asasi yang dijamin oleh negara.
c. Bunga
Larangan mengambil bunga dalam Islam adalah jelas, meskipun ada beberapa kalangan yang berbeda pendapat. Diantara mereka berpendapat bahwa bunga dan riba adalah dua hal yang berbeda. Namun, ijma` ulama menegaskan bahwa setiap bunga atau tambahan atas modal yang dipinjamkan adalah riba.[13]
BAB III
Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, kita dapat mengambil inti sari atas apa yang telah dirumuskan dalam perumusan masalah sebagai berikut:
1. Distribusi pendapatan adalah suatu usaha penyaluran dan pembagian hasil kerja usaha, niaga, ataupun jasa dengan berupa harta atau uang kepada setiap anggota masyarakat.
2. Ada beberapa sektor distribusi pendapatan, yaitu:
- Sektor pemerintahan;
- Sektor publik;
3. Distribusi pendapatan mempunyai tujuan-tujuan sebagai berikut:
- menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat;
- mengurangi ketidaksamaan pendapatan dan kekayaan dalam masyarakat;
- untuk mencucikan jiwa dan harta;
- untuk membangun generasi yang unggul;
- untuk mengembangkan harta.
4. Distribusi dalam Islam tertumpu di atas 2 asas, yaitu asas keadilan dan kebebasan. Secara praktik, dalam melakukan distribusi pendapatan, Islam mengambil beberapa langkah nyata. Yaitu langkah hukum dan langkah moral. Islam tidak melarang sewa dan upah, tetapi melarang bunga.
DAFTAR PUSTAKA
Iqbal, Munawar. 1988. Distributive Justice and Need Fullfilment in an Islamic Economy, International Institue of Islamic Economics. Pakistan: Islamabad.
Richard G. Lipsey dan Peter O. Steiner. 1985.Pengantar Ilmu Ekonomi. Jakarta: PT. Bina Aksara.
Saiful hadi, study hadis ekonomi, bagaimanakah konsep distribusi dalam islam. http:// shayaeconomy.blogspot.com.
Taqyuddin An Nabhani. 1996.Membangun Sistem Ekonomi Alternatif; Presepektif Islam. Surabaya: Risalah Gusti.
Muhammad Abdul Mannan. 1993.Ekonomi Islam: Teori dan Praktik, (terjemahan), Yogyakarta: PT. Dana Bakti Wakaf.
Rahman, Afzalur. 1995.Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2.Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf.
Ahmad, Mustaq.2001.Etika Bisnis dalam Islam.Jakarta: Pustaka Kautsar.
Mannan, Muhammad Abdul.1985.Ekonomi Islam: Teori dan Praktis.Malaysia: A.S. Noordeen.
[1] Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia,KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Balai Pustaka,Jakarta.
[2]Iqbal, Munawar, Distributive Justice and Need Fullfilment in an Islamic Economy, International Institue of Islamic Economics, Islamabad, Pakistan, 1988.
[3]Richard G. Lipsey dan Peter O. Steiner, Pengantar Ilmu Ekonomi, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1985, hlm. 247.
[4]Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam jilid II.
[5]Ibid.
[6]Saiful hadi, study hadis ekonomi, bagaimanakah konsep distribusi dalam islam. http:// shayaeconomy.blogspot.com.
[7]Taqyuddin An Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif; Presepektif Islam, Risalah Gusti, Surabaya, 1996.
[8] Al-Qordhowy, Yusuf, op.cit., hlm. 20.
[9] Rahman, Afzalur, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2, Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1995, hlm. 98-123.
[10] Ahmad, Mustaq, Etika Bisnis dalam Islam, Pustaka Kautsar, Jakarta, 2001, hlm. 71.
[11] Rahman, Afzalur, op.cit., hlm. 126.
[12] Ahmad, Mustaq, op.cit., hlm. 80-81.
[13] Mannan, Muhammad Abdul, Ekonomi Islam: Teori dan Praktis, A.S. Noordeen, Malaysia, 1985, hlm. 198-206.
COMMENTS