Klik gambar di atas untuk mendownload dokumen dalam bentuk Microsoft Word. BAB II Pembahasan A. Definisi Wakaf Secara bahasa wakaf beras...
Klik gambar di atas untuk mendownload dokumen dalam bentuk Microsoft Word.
BAB II
Pembahasan
A. Definisi Wakaf
Secara bahasa wakaf berasal dari kata waqf yang artinya radiah (terkembalikan), al-tahbis (tertahan), al-tasbil (tertawan) dan al-man’u (mencegah).[1]
Wakaf menrut istilah dapat dilihat dari beberapa pendapat para ulama yang mendefinisikan mengenai wakaf, di antaranya sebagai berikut.
1. Muhammad al-Syarbini al-Khatib berpendapat wakaf adalah penahanan harta yang memungkinkan untuk dimanfaatkan disertai dengan kekalnya zat benda dengan memutuskan (memotong) tasharruf(penggolongan) dalam penjagaannya atasmushrif(pengelola) yang dibolehkan adanya.[2]
2. Imam Taqiy al-Din Abi Bakr bin Muhammad al-Husaeni mengartikan wakaf merupakan penahanan harta yang memungkinkan untuk dimanfaatkan kekalnya benda (zatnya), dilarang untuk digolongkan zatnya dan dikelola manfaatnya dalam kebaikan untuk mendekatkan diri pada Allah Swt.[3]
3. Ahmad Azhar Basyir mengatakan bahwa wakaf ialah menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tidak musnah seketika,dan untuk penggunaan yang dibolehkan, serta dimaksudkan untuk mendapat ridha Allah.[4]
4. Idris Ahmad berpendapat bahwa yang dimaksud dengan wakaf yaitu menahan harta yang mungkin dapat diambil orang manfaatnya, kekal zat ('ain)-nya dan menyerahkannya ke tempat-tempat yang telah ditentukan syara', serta dilarang leluasa pada benda-benda yang dimanfaatkan itu.[5]
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa wakaf merupakan menahan suatu benda yang tidak mudah rusak untuk diambil manfaatnya di jalan kebaikan dengan tujuan mendekatkan dan mencari ridha Allah semata.
Kedudukan wakaf dalam Islam sangat mulia. Wakaf dijadikan sebagai amalan utama yang sangat dianjurkan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Orang-orang jahiliyah tidak mengenal wakaf. Wakaf disyariatkan oleh Nabi dan menyerukannya karena kecintaan beliau kepada orang-orang fakir.
B. Dasar Hukum Wakaf
Dasar hukum wakaf dapat dilihat dalam al-Qur`an dan hadis sebagai berikut.
وَٱفۡعَلُواْٱلۡخَيۡرَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ
"...dan perbuatlah kebaikan supaya kamu mendapat kemenangan".QS. Al-Haj 22: 77.
لَن تَنَالُواْ ٱلۡبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَۚ
"Kamu sekali-kali tidak dapat sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai...".QS. Ali Imran 3: 92.
يَٰٓأَيُّهَاٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَٰتِ مَا كَسَبۡتُمۡ
"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di Jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik...". QS. Al-Baqarah 2: 267.[6]
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
"Jika manusia mati maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga: sedekah jariah (yang terus menerus), ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendoakan kepadanya". HR. Muslim.
Para ulama menafsirkan sedekah jariah dalam hadis di atas dengan wakaf.[7]
C. Rukun dan SyaratWakaf
1. Rukun wakaf:
a. Orang yang berwakaf (wakif)
Syaratnya orang yang bebas untuk berbuat kebaikan, meskipun bukan muslim dan dilakukan atas kehendak sendiri bukan karena dipaksa.
b. Benda yang diwakafkan (maukuf)
Syaratnya yaitu benda yang diwakafkan tahan lama dan dapat dimanfaatkan (tidak mudah rusak karena diambil manfaatnya), benda kepunyaan orang wakif.Sayyid Sabiq, menambahkan contoh benda yang boleh diwakafkan yaitu tanah, perabot yang dapat dipindahkan, kitab (buku-buku). Sah mewakafkan sesuatu yang boleh dijual-belikan. Tidak sah mewakafkan sesuatu yang rusak jika diambil manfaatnya seperti uang, lilin, makanan, minuman, buah-buahan, tumbuhan dan aromatik, karena benda-benda tersebut cepat rusak. Tidak boleh mewakafkan benda yang tidak boleh dijual-belikan seperti barang jaminan, anjing, babi, dan binatang buas lainnya yang tidak dijadikan sebagai hewan pelacak buruan.[8]
c. Tujuan wakaf (maukuf alaih)
Syaratnya tidak bertentangan dengan nilai ibadah. Menurut Sayyid Sabiq, tidak sah wakaf untuk maksiat seperti untuk gereja dan biara, dan tempat bar.
d. Pernyataan wakaf (sighat wakaf)
Syaratnya bisa dalam bentuk lisan, tulisan maupun isyarat, bahkan dengan perbuatan. Wakaf dinyatakan sah jika telah ada pernyataan ijab dari wakifdan kabul dari maukuf alaih. Sighat dengan isyarat hanya diperuntukan bagi orang yang tidak dapat lisan dan tulisan.
2. Syarat wakaf:
a. Wakaf berlaku selamanya, tidak dibatasi oleh waktu tertentu. Jika ada yang mewakafkan kebun dalam waktu sepuluh tahun maka dipandang batal.
b. Tujuan wakaf harus jelas, misalnya mewakafkan sebidang tanah untuk masjid.
c. Wakaf harus segera dilaksanakan ada ijab dari wakif.
d. Wakaf merupakan perkara yang wajib dilaksanakan tanpa adanya khiyar (membatalkan atau melangsungkan wakaf yang telah dinyatakan) sebab pernyataan wakaf berlaku seketika dan untuk selamanya.[9]
Ketentuan-ketentuan wakaf
Menurut Ahmad Azhar Basyir berdasarkan hadis yang berisi tentang wakaf Umar r.a. maka diperoleh ketentuan-ketentuan sebagai berikut.
1. Harta wakaf harus tetap (tidak dapat dipindahkan kepada orang lain), baik diperjual belikan, dihibahkan, maupun diwariskan.
2. Harta wakaf terlepas dari pemilikan orang yang mewakafkannya.
3. Tujuan wakaf harus jelas (terang) dan termasuk perbuatan baik menurut ajaran Islam.
4. Harta wakaf dapat dikuasakan kepada pengawas yang memiliki hak ikut serta dalam harta wakaf sekadar perlu dan tidak berlebihan.
5. Harta wakaf dapat berupa tanah dan sebagainya, yang tahan lama dan tidak musnah sekali digunakan.[10]
Syarat-syarat wakif
Wakif dibolehkan menentukan syarat-syarat penggunaan harta wakaf, syarat-syarat tersebut harus dihormati selama sesuai dengan ajaran Islam. Misalnya, seseorang mewakafkan tanah untuk mendirikan pesantren khusus laki-laki,syarat seperti itu harus dihormati karena sejalan dengan ketentuan-ketentuan syara'.
Jika syarat-syarat penggunaan harta wakaf bertentangan dengan ajaran Islam, wakafnya dipandang sah, tetapi syaratnya dipandang batal. Misalnya, seseorang mewakafkan tanah untuk masjid jami' dengan syarat hanya dipergunakan oleh para anggota perkumpulan tertentu, maka wakafnya dipandang sah, tetapi syaratnya tidak perlu diperhatikan.[11]
D. Macam-Macam Wakaf
Wakaf terbagi dua menurut jumhur ulama, yakni:
1. Wakaf Dzurri
Wakaf ini disebut jugawakaf khusus dan ahli, yaitu wakaf yang ditujukan kepada keluarga dan karib kerabat atau orang-orang tertentu. Sasaran wakaf ini adalah pribadi tertentu atau masyarakat yang motivasinya bukan untuk memajukan agama Islam.[12]Wakaf seperti ini dianggap sah dan yang berhak menikmati yaitu orang-orang yang ditujukan dalam akad wakaf.
Misalnya, seseorang mewakafkan sebidang tanah untuk membangun rumah bagi anak cucunya atau seseorang mewakafkan buku-buku yang ada di perpustakaan pribadinya untuk teman-teman dekatnya yang mampu menggunakan.
Wakaf khusus ini akan mengalami masalah jika orang yang dituju telah punah atau tidak mampu lagi untuk menggunakan benda wakaf itu maka wakaf itu dikembalikan lagi kepada syarat semula bahwa wakaf tidak boleh dibatasi dengan waktu. Maka penggunaan wakaf dapat dilanjutkan kepada orang lain secara umum. Karena sifatnya yang tidak kontinu dan kelak menghadapi kesulitan untuk menentukan penerima wakaf,maka wakaf ahli dihapuskan dalam undang-undang di Mesir melalui Undang-Undang No. 180 Tahun 1952.
2. Wakaf Khairi
Wakaf khairi merupakan wakaf yang ditujukan untuk kepentingan-kepentingan umum dan tidak ditujukan untuk orang-orang tertentu. Wakaf ini yang benar-benar sejalan dengan amalan wakaf yang sangat digembirakan dalam ajaran Islam, yang dinyatakan pahalanya akan terus mengalir hingga wakif meninggal dunia selama benda yang diwakafkan masih dapat diambil manfaatnya.[13]
Misalnya, seseorang mewakafkan sebidang tanah untuk dibangun masjid sebagai tempat ibadah umum.
E. Menukar dan Menjual Harta Wakaf
Menurut Ibnu Taimiyah yang dikutip Sayyid Sabbiq, berkata "mengganti sesuatu yang diwakafkan dengan yang lebih baik terbagi menjadi dua":
1. Menukar atau mengganti karena kebutuhan
Misalnya benda sudah rusak atau tidak layak lagi untuk difungsikan, maka benda itu dijual dan hasil dari penjualannya digunakan untuk membeli sesuatu yang dapat menggantikan posisinya (fungsinya sama). Misalnya bangunan masjid yang diwakafkan rusak dan tidak mungkin untuk dimanfaatkan lagi, maka boleh dijual dan hasilnya digunakan untuk membeli tanah dan membangun masjid di tempat lain yang lebih aman.
2. Mengganti atau menukar karena kepentingan yang lebih kuat
Misalnya di suatu desa dibangun sebuah masjid sebagai pengganti masjid lama yang telah rusak dan letaknya tidak strategis. Kemudian masjid lama itu dijual maka hukumnya boleh menurut Ahmad. Alasan imam Ahmad bersandar kepada perilaku Umar bin Khattab yang memindahkan masjid Kufah yang lama ke tempat yang baru karena tempat yang lama itu dijadikan pasar bagi penjual tamar. Contoh di atas adalah kasus penggantian tanah masjid. Adapun kasus penggantian bangunan dengan yang lain, Umar dan Utsman pernah membangun masjid Nabawi lalu diperbarui yang tidak sesuai dengan bangunan yang pertama dengan diberi tambahan demikian pula masjidil haram.
Jumhur ulama menetapkan boleh menggantikan benda wakaf berdasarkan nash dan qiyas yang lebih cenderung menghendaki kebolehan menggantikannya karena ada maslahat di dalamnya.[14]
F. Pengawasan Harta Wakaf
Untuk pengawas wakaf yang sifatnya perorangan dibutuhkan syarat-syarat sebagai berikut:
1. Berakal sehat.
2. Baligh.
3. Dapat dipercaya.
4. Mampu melaksanakan urusan-urusan wakaf.
Bila syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, hakim berhak menunjuk orang lain yang mempunyai hubungan kerabat dengan wakif. Bila kerabat juga tidak ada, maka ditunjuk orang lain. Agar pengawasan dapat berjalan dengan baik, pengawas wakaf yang bersifat perorangan boleh diberi imbalan secukupnya sebagai gajinya atau boleh diambil dari hasil harta wakaf.
Jaminan perwakafan di Indonesia dinyatakan dalam Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 Pasal 49 ayat 3 yang menyatakan bahwa perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.[15]
G. Hikmah Wakaf
Wakaf bukan seperti sedekah biasa, tapi lebih besar ganjaran dan manfaatnya terutama bagi diri wakif. Karena pahala wakaf terus mengalir selama masih dapat digunakan. Bukan hanya itu, wakaf sangat bermanfaat bagi masyarakat sebagai jalan kemajuan. Dapat disimpulkan bahwa hikmah wakaf yaitu untuk memfasilitasi semua jalan kemajuan untuk mencapai kemajuan umat Islam.
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
1. Wakaf merupakan menahan suatu benda yang tidak mudah rusak untuk diambil manfaatnya di jalan kebaikan dengan tujuan mendekatkan dan mencari ridha Allah semata.
2. Rukun dan syarat wakaf terdiri dari wakif, maukuf, maukuf alaih, dan sighat.
3. Wakaf terbagi atas dua macam, yaitu wakaf dzurridan khairi.
4. Menukar dan mengganti sesuatu yang diwakafkan dengan sesuatu yang lebih baik karena ingin mendapatkan kemaslahatan diperbolehkan.
5. Hikmah wakaf yaitu untuk memfasilitasi semua jalan kemajuan untuk mencapai kemajuan umat Islam.
B. Saran
Untuk mencapai kesejahteraan publik dan demi kemajuan umat Islam, wakaf sangat penting dalam proses pembangunan hal tersebut. Wakaf memberikan banyak manfaat bagi khalayak umum serta bagi diri wakif itu sendiri yang memperoleh pahala terus menerus selama benda yang diwakafkan masih bisa diambil manfaatnya. Oleh karena itu, khususnya umat Islam harus sadar akan pentingnya wakaf untuk kemaslahatan bersama. Maka bagi mereka yang mempunyai harta berlebih hendaklah mewakafkannya guna mendekatkan diri pada Allah dan tercapainya kehidupan serta kemajuan umat Islam yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad al-Syarbini al-Khatib.tt. Al-‘Iqna fi Hall al-Alfadz Abi Syuza. Indonesia: Dar al-Ihya al-Kutub.
Abi Bakr ibn Muhammad Taqiy al-Din.tt. Kifayat al-Akhyar. Bandung: PT Al-Ma'arif.
Ahmad Azhar Basir. 1987. Wakaf; Izarah dan Syirkah. Bandung: PT Al-Ma'arif.
Idris Ahmad.1986. Fiqh al-Syafi'iyah.Jakarta: Karya Indah.
Departemen Agama RI. 2003.Al-'Aliyy: Al-Quran Dan Terjemahnya. Bandung: CV. Penerbit Diponegoro.
Abdul Rahman Ghazaly, dkk. 2010. Fiqh Muanalat. Jakarta: Kencana.
Sayyid Sabiq.tt. Jilid III.
Helmi Karim.2002. Fiqh Muamalah. Jakarta: Rajawali Pers.
Hendi Suhendi. 2014. Fiqh Muamalah. Jakarta: Rajawali Pers. [1] Muhammad al-Syarbini al-Khatib, Al-‘Iqna fi Hall al-Alfadz Abi Syuza, (Indonesia: Dar al-Ihya al-Kutub, tt), hlm. 319.
[2]Ibid., hlm. 81.
[3] Abi Bakr ibn Muhammad Taqiy al-Din, Kifayat al-Akhyar, (Bandung: PT Al-Ma'arif, tt), hlm. 5.
[4]Ahmad Azhar Basir, Wakaf; Izarah dan Syirkah, (Bandung: PT Al-Ma'arif, 1987), hlm. 5.
[5]Idris Ahmad, Fiqh al-Syafi'iyah, (Jakarta: Karya Indah, 1986), hlm. 156.
[6]Departemen Agama RI,Al-'Aliyy: Al-Quran Dan Terjemahnya,(Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2003).
[7] Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muanalat, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 177.
[8] Sayyid Sabiq, Op. cit. Jilid III, hlm. 980.
[9]Ibid.,
[10] Azhar Basir, loc.cit., hlm. 6-7.
[11] Azhar Basir, loc.cit., hlm. 19.
[12]Helmi Karim, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2002), hlm.108.
[13] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 245.
[14]Abdul Rahman Ghazaly, Ibid., hlm. 181.
[15] Hendi Suhendi, Ibid., hlm. 247.
COMMENTS