Image by Mario Rubio García Memberi suap kepada seorang qaadi (hakim) untuk membutakan matanya pada kebenaran atau membuat dia ...
![]() |
Image by Mario Rubio García |
Memberi suap kepada seorang qaadi (hakim) untuk membutakan matanya pada kebenaran atau membuat dia salah tuntutan adalah haram, karena ini mengarah pada kezaliman dan ketidakadilan untuk orang yang benar, serta menyebabkan penyimpangan.
Allah Subhanahu wata’alaberfirman,
وَلَا تَأۡكُلُوٓاْ أَمۡوَٰلَكُم بَيۡنَكُم بِٱلۡبَٰطِلِ وَتُدۡلُواْ بِهَآ إِلَى ٱلۡحُكَّامِ لِتَأۡكُلُواْ فَرِيقٗا مِّنۡ أَمۡوَٰلِ ٱلنَّاسِ بِٱلۡإِثۡمِ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ١٨٨
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS Al Baqarah: 188)
Abu Hurairah radhiyallahu‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda, “Allah telah melaknat mereka yang memberi dan menerima suap ditujukan untuk penghakiman (memengaruhi keputusan peradilan).” (HR. Imam Ahmad, 2/387)[1]
Namun, pembayaran-pembayaran yang dibuat untuk mencapai kebenaran atau menghindari ketidakadilan serta tidak ada cara lain yang dapat dilakukan, tidak termasuk dalam peringatan ini.
Saat ini, suap-menyuap sudah sering terjadi yakni pendapatan di luar gaji tetap sebagai pegawai (uang masuk) lebih besar dari gaji pokok. Bahkan beberapa perusahaan memasukkan suap sebagai faktor dalam anggaran mereka, di bawah keberagaman pemimpin perusahaan dan beberapa kontrak/perjanjian di mana tidak dapat dimulai atau diakhiri tanpa pembayaran suap. Banyak kerugian yang menyebabkan kemiskinan dan banyak bisnis pailit karena suap.
Penyuapan merupakan penyebab penyimpangan di mana karyawan bertindak melawan atasannya dan seseorang hanya bisa mendapatkan pelayanan baik jika dia membayar suap. Orang yang tidak memberi suap akan mendapatkan pelayanan yang buruk, sebaliknya orang yang datang setelah dia dan bersedia membayar suap akan dilayani sebelum dia. Karena penyuapan ini, kesepakatan uang dalam jumlah besar dari pemimpin perusahaan berakhir di kantong sales perwakilan dan menyebabkan perusahaan harus membelinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa kepada Allah untuk menghalangi mereka semua yang terlibat suap dari ampunan-Nya. ‘Abdullah Ibnu ‘Amir radhiyallahu’anhu berkata bahwa Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallambersabda, “Laknat Allah ditujukan kepada seseorang yang memberikan suap dan menerima seseorang yang menerimanya.”(HR. Ibnu Majah, 2313)[2]
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Shalih Al-Munajjid. 2004.Larangan Allah yang Sering Dilanggar. Terjemahan Wali Atmamudin. Jakarta. Cakrawala Publishing.
COMMENTS