Pinangan ( Al-Khithbah ) yang dilakukan seorang lelaki berarti meminta kesediaan wanita untuk menikah dengannya melalui cara yan...
Pinangan (Al-Khithbah) yang dilakukan seorang lelaki berarti meminta kesediaan wanita untuk menikah dengannya melalui cara yang dikenal di kalangan masyarakat. Pinangan merupakan salah satu pendahuluan menuju pernikahan. Peminangan dilakukan sebelum melangsungkan akad pernikahan agar masing-masing calon suami/istri dapat saling berkenalan, sehingga pernikahan yang akan mereka jalani benar-benar berdasarkan petunjuk dan fakta yang jelas.
a. Wanita yang boleh dipinang
Ada dua syarat wanita yang boleh dipinang, yakni: 1) bebas dari larangan-larangan syariat yang membuatnya sama sekali tidak boleh dinikahi; 2) tidak ada lelaki lain yang lebih dulu meminangnya secara sah menurut syariat.
Jika terdapat larangan-larangan syariat, seperti statusnya sebagai mahram baik itu mahram selamanya ataupun mahram sementara, atau jika ada lelaki lain yang lebih dulu meminangnya, maka wanita tersebut tidak boleh dipinang.
b. Larangan meminang wanita yang sedang idah
Idah adalah masa tunggu (belum boleh menikah) bagi wanita yang berpisah dengan suami, baik karena ditalak maupun bercerai mati (KBBI V, 2016). Haram meminang wanita yang sedang dalam masa idah, baik idahnya karena ditinggal mati suami ataupun karena diceraikan dengan cerai raj’i ataupun ba’in.[1]
DAFTAR PUSTAKA
Asep Sobari, dkk. 2008. Fiqih Sunah Sayyid Sabiq Jilid 2. Jakarta. Al-I’tishom.
[1] Cerai (talak) raj’i adalah perceraian yang masih membuka peluang bersatu kembali tanpa harus melakukan akad baru. Sedangkan cerai ba’in merupakan perceraian yang masih membuka peluang bersatu kembali setelah melakukan akad baru.
COMMENTS